Senin, 15 Desember 2014

Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Retardasi Mental (RM)

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi Negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0,3% dari seluruh populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah 70. Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka tidak bisa dimanfaatkan karena 0,1% dari anak-anak ini memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya (Swaiman KF,1989).
Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di Indonesia sekitar 1-3 persen penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit di ketahui karena retardasimetal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak padalaki-laki dibandingkan dengan perempuan.
Wall (1993) berpendapat bahwa fenomena dalam masyarakat masih banyak orang tua khususnya ibu yang menolak kehadiran anak yang tidak normal, karena malu mempunyai anak yang cacat, dan tak mandiri. Orang tua yang demikian akan cenderung menyangkal keberadaan anaknya dengan menyembunyikan anak tersebut agar jangan sampai diketahui oleh orang lain. Anak retardasi mental sering dianggap merepotkan dan menjadi beban bagi pihak lain
Retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagikeluarga dan masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.  Orang tua mempunyai pengaruh yang besar bagi perkembangan anak yang mengalami retardasi mental. Melalui asuhan keperawatan keluarga, orang tua sebagai orang terdekat dalam kehidupan  anak dapat membantu anak retardasi mental dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sikap yang penuh cinta kasih dan penerimaan terhadap apapun keadaan anak merupakan hal yang dibutuhkan oleh anak.
            Dengan adanya asuhan keperawatan keluarga, diharapkan orang tua memperoleh informasi dan mendapatkan gambaran dalam menerapkan pola asuh yang diiterapkan kepada anak sehingga anak retardasi mental dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

B.       Tujuan Penulisan
1.      Untuk mempelajari definisi tentang retardasi mental
2.      Mempelajari faktor-faktor penyebab retasdasi mental
3.      Mengetahui asuhan keperawatan pada klien retardasi mental




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Konsep Keluarga
1.    Definisi Keluarga
Beberapa ahli mengemukakan definisi keluarga, antara lain:
a.    Duvall, 1986
Sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota.
b.    WHO, 1969
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi dan perkawinan.
c.    Bergess, 1962
Yang dimaksud keluarga adalah: Terdiri dari kelompok orang yang mempunyai ikatan perkawinan, keturunan atau hubungan sedarah atau hasil adopsi. Anggota tinggal bersama dalam satu rumah. Anggota berinteraksi dan berkomunikasi dalam peran sosial. Mempunyai kebisaan atau kebudayaan dari masyarakat tetapi mempunyai keunikan tersendiri.
d.   Helvie, 1981
Keluarga adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam satu rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan berhubungan erat.
e.    Salvicion G. Bailon dan Aracelis Maglaya, 1989
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi antara satu sama lain dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.
f.     Departemen kesehatan R.I, 1998
Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keaadaan  saling ketergantungan.
                                                                           (Pastakyu (online), 2010)
2.    Struktur Keluarga
Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam diantaranya adalah:
a.    Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
b.    Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.
c.    Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah saudara istri.
d.   Patrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga suami.
e.    Keluarga kawinan
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya bagian dari suami istri.

Ciri-ciri struktur keluarga:
a.    Terorganisasi
b.    Saling berhubungan, saling berketergantungan antara anggota keuarga
c.    Ada keterbatasan
d.   Setiap anggota memiliki keterbatasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing-masing
e.    Ada perbedaan dan kekhususan
f.     Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsi masing-masing.
(Pastakyu (online), 2010)

3.    Tipe Keluarga
Keluarga yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam pola kehidupan. Sesuai dengan perkembangan sosial maka tipe keluarga berkembang mengikutinya. Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatan maka perawat perlu memahami dan mengetahui berbagi tipe keluarga.
a.         Keluarga Tradisional
1)        Nuclear Family (Keluarga inti)
Keluarga yang terdiri dari : ayah, ibu dan anak yang tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu/keduanya dapat bekerja di luar rumah.
2)        Extended family
Adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara misalnya: nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan lain sebagainya.
3)        Resconstituted Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru. Satu atau keduanya, dapat bekerja  luar rumah.
4)        Niddle Age/Aging Couple
Suami sebagai pencari uang, istri di rumah/kedua-duanya bekerja di ruma anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/perkawinan/meniti karier.
5)        Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur dan tidak mempunyai anak, keduanya/salah satu bekerja di luar rumah.
6)        Single Parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian/ kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah/ di luar rumah.
7)        Dual Carrier
       Suami istri atau keduanya orang karier dan tanpa anak.
8)        Commuter Married
Suami istri/ keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.



b.        Keluarga Non Traditional
1)        Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk kawin.
2)        Three Generation
Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
3)        Institusional
Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti.
4)        Comunal
Satu rumah terdiri dari dua/lebih pasangan yang monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
5)        Group Marriage
Satu perumahan terdiri dari orang tua dan keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah kawin dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari anak-anak.
6)        Unmaried Parent and Child
Ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya diadopsi.
7)        Cohibing Couple
Dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama tanpa kawin.
(Pastakyu (online), 2010)

4.    Fungsi Keluarga
a.    Fungsi afektif
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif  berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif. Hal tersebut dapat dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Dengan demikian, keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan konsep diri positif. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah:
1)        Saling mengasuh
a)    Cinta kasih
b)   Kehangatan
c)    Saling menerima
2)        Saling mendukung antar anggota keluarga
a)    Mendapat kasih sayang dan dukungan dari anggota yang lain
Fungsi afektif merupakan ”sumber energi” yang menentukan kebahagiaan keluarga. Kerekatan keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga, timbul karena fungsi afektif di dalam keluarga tidak dapat terpenuhi.
b.   Fungsi sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu, yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosial. Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi anggota keluarga belajar disiplin, belajar norma-norma, budaya dan perilaku melalui hubungan dan interaksi keluarga.

c.    Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk keluarga adalah untuk meneruskan keturunan.

d.   Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti memenuhi kebutuhan akan makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Banyak sekarang pasangan yang kita lihat dengan penghasilan yang tidak seimbang antara suami dan istri, hal ini menjadikan permasalahan yang berujung pada perceraian.

e.    Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan.
Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut:
1)   Mengenal masalah kesehatan
2)   Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
3)   Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
4)   Mempertahankan atau menciptakan suasana rumah yang sehat
5)   Mempertahankan hubungan dengan (menggunakan) fasilitas kesehatan masyarakat.
(Friedman, 1998)

B.     Perkembangan-perkembangan Pada Anak Usia Sekolah
1.    Perkembangan Fisik
a.    Tinggi dan Berat Badan
Laju pertumbuhan selama tahun sekolah awal lebih lambat daripada setelah lahir tetapi meningkat secara terus menerus. Pada anak tertentu mungkin tidak mengikuti pola secara tepat. Anak usia sekolah tampak lebih langsing daripada anak prasekolah. Sebagai akibat perubahan distribusi ketebalan lemak. Laju pertumbuhan berbeda pada setiap anak dan waktu yang berbeda. Rata-rata tinggi badan meningkat 5 cm per tahun dan berat badan lebih bervariasi, meningkat 2,5 sampai 3,5 kg per tahun.
b.    Fungsi Kardivaskular
Fungsi kardiovaskular baik dan stabil selama masa pubertas. Denyut jantung rata-rata 70-90 denyut per menit, tekanan darah normal kira-kira 110/70 mmHg dan frekuensi pernapasan stabil 19-21.
c.    Fungsi Neuromuskular
Anak usia sekolah menjadi lebih lentur selama usia sekolah karena koordinasi otot besar meningkat dan kekuatannya dua kali lipat. Banyak anak berlatih keterampilan motorik kasar dasar yaitu berlari, melompat, menyeimbangkan gerak tubuh, melempar dan menangkap selama bermain, menghasilkan peningkatan fungsi dan keterampilan neuromuskular. Keterampilan motorik halus terlambat tertinggal oleh keterampilan motorik kasar tetapi berkembang kira-kira dengan kecepatan yang sama, saat kontrol terhadap jari jemari dan pergelangan tangan tercapai, anak menjadi pandai melakukan berbagai aktivitas.
d.   Nutrisi
Periode usia sekolah merupakan salah satu masalah nutrisi secara relatif. Jika terjadi defisiensi, biasanya defisiensi zat besi, vitamin A atau kalsium. Obesitas dapat menjadi masalah karena anak sering bergegas ke rumah setelah sekolah atau bermain karena makan makanan yang mudah diperoleh dan menarik. Anak dapat belajar banyak hal tentang piramida makanan dan diet yang seimbang dengan membantu menyiapkan makan siang dan makanan ringan sendiri. Tingkat aktivitas berbeda setiap hari, dan selera serta konsumsi makanan anak berbeda sesuai aktivitasnya.
(Potter & Perry, 2005)

2.    Perkembangan Perilaku
a.    Hubungan  dengan keluarga
Anak mempelajari secara bertahap bahwa orang tua kurang sempurna, mereka dapat dikecewakan oleh orang tuanya dan berharap teman orang tuanya adalah teman mereka. Kadang mereka percaya bahwa mereka pasti diadopsi. Mereka mengendalikan orang tuanya untuk memberi kasih sayang, keamanan, bimbingan dan asuhan yang mutlak.
b.    Hubungan dengan saudara kandung
Usia sekolah tampak saling merasa asing dengan saudaranya dirumah, meskipun mereka adalah pembela saudaranya yang paling baik diluar rumah. Anak yang lebih kecil kadang mengidolakan saudara kandungnya yang lebih besar, dan akhirnya sering terjadi persaingan. Anak yang lebih besar mungkin iri pada perhatian yang di berikan pada saudara kandungnya yang lebih kecil dan sedikit merayu dan kadang-kadang kasar.
c.    Hubungan dengan kawan sebaya
Selama tahap primer (6-7 tahun) anak laki-laki dan perempuan bermain bersama, bergantung pada siapa yang bersedia dan tertarik. Sekitar usia 8 tahun, kelompok sosial dengan kawan sebaya berjenis kelamin sama mulai berbentuk. ”Geng” ini membuat anak menyatakan kemandirian mereka dari peran orang tua dan membuat kode atau bahasa rahasia dan perilaku mreka sendri. Periode sering kali mengarahkan pada masyarakat rahasia dimasa kanak-kanak. Persahabatan adolesens (10-12 tahun) dikarakterisasikan dengan memiliki sahabat dengan jenis kelamin yang sama. Hubungan ini mungkin sementara, tetapi hubungan mereka sangat erat dan tercipta diskusi yang menyangkut seluruh area kehidupannya.
d.   Konsep diri
Perasaan anak terhadap kemampuan penguasaan tugas merupakan elemen kunci dalam membentuk harga diri. Anak perlu mendapatkan umpan balik positif dari guru dan orangtua terhadap usahanya. Sangat penting bagi anak untuk mengembangkan keterampilan sedikitnya dalam satu area seperti membaca, musik atau berenang. Hewan peliharaan yang membutuhkan perawatan dan perhatian anak menimbulkan kasih sayang mutlak dan meninggalkan perasaan harga diri mereka.
e.    Ketakutan
Terdapat penurunan rasa takut yang berkaitan dengan keamanan tubuh seperti, kilat, anjing, kegelapan, luka, dan goresan. Takut terhadap supernatural seperti hantu dan penyihir menetap dan menurun secara perlahan. Terjadi ketakutan baru yang berkaitan dengan sekolah dan keluarga. Ketakutan mereka terhadap guru dan teman-temannya dan ketiaksetujuan dan penolakan orangtua. Mereka juga menjadi takut tentang kematian dan hal-hal yang mereka dengar dalam berita seperti perang dan pengrusakan lingkungan.
f.     Pola koping
Untuk mengatasi stres, usia sekolah menggunakan mekanisme pemecahan masalah dan pertahanan meliputi regresi, penolakan, agresi, dan suspresi. Beberapa katagori perilaku koping anak usia sekolah yang mengalami hospitalisasi meliputi ketidakaktifan (diam total, kurang beraktifitas, dan apatis). Orientasi pra-kopping (melihat dan mendengar, berjalan berkeliling dan mengamati, dan menanyakan pertanyaan ), kooperasi (kepatuhan terhadap perawatan), resistensi (berusaha menghindari situasi dengan menolak dan membuat serangan fisik atau verbal) dan mengendalikan (memikul tanggung jawab terhadap perawatan mandiri dan menyarankan bagaimana suatu hal dapat diselesaikan).


g.    Moral
Anak belajar peraturan dan orangtua, tetapi pemahaman terhadap aturan dan alasan terbatas sampai usia sepuluh tahunan. Sebelumnya mereka memperhatikan kebutuhan mereka lebih dahulu dan dapat berbuat curang untuk memenangkannya setelah  10 tahun, keadilan berdasarkan pada ”mata untuk mata” dan hukuman pada situasi yang benar (misalnya jika anak memecahkan sesuatu, meka harus membayar untuk membetulkannya).
h.    Aktivitas pengalih
Usia sekolah bermain secara kooperatif dalam aktivitas kelompok seperti lompat tali, sepak bola, dan bola kasti. Permainan menjadi kompetitif dan anak yang memiliki kesulitan belajar akan kalah. Karakteristik usia ini adalah saling mengejek, menghina, menantang, takhayul, dan meningkatkan sensitivitas.
i.      Nutrisi
Anak pasti memiliki kesukaan dan ketidaksukaan. Pada kelompok ini terjadi sedikit devisiensi nutrisi. Anak memiliki nafsu makan yang besar setelah pulang sekolah dan memerlukan makanan kecil yang berkualitas seperti buah dan roti lapis untuk menghindari makanan berkalori seperti keripik dan permen.
(Perry & Potter, 2005)

3.    Pekembangan Motorik
Tabel Perkembangan Motorik Anak Usia Sekolah (Potter & perry, 2005)
6-7 Tahun
8-10 Tahun
11-12 Tahun
Keterampilan Motorik Halus
a.    Menggunakan pisau untuk mengoles mentega pada roti dan belajar memotong danging lunak.
b.    Menggunting, melipat, dan memotong kertas.
c.    Menulis dengan pensil.
d.   Menggambar orang dengan 12-16 rincian.
e.    Mencontoh segitiga pada usia 6 tahun dan wajib pada usia 7 tahun.
f.     Mewarnai gambar  dalam garisnya.
g.    Membutuhkan bantuan untuk membersihkan gigi dengan seksama.


Keterampilan Motorik Kasar
a.    Mempertahankan gerak spontan.
b.    Bergerak lebih hati-hati pada usia 7 tahun dari pada 6 tahun.
c.    Melompat dan meloncat ke dalam kotak kecil.
d.   Berjalan bermain roller skate, lompat tali, mengendarai sepeda dan berenang.
Perawatan Diri
a.    Mandi tanpa pengawasan.
b.    Sering kembali menggunakan tangan saat makan.
c.    Belajar menyikat dan menyisir rambut tanpa bantuan.
d.   Memakai seluruh baju, tetapi membutuhkan bantuan pada bagian bawah kemeja, ikat pinggang dan penyesuaian terakhir.

Keterampilan Motorik Halus
a.    Menggunakan pisau dan garpu secara bersamaan.
b.   Belajar memasukkan benang kedalam jarum dan menyimpulkan dasi.
c.    Menggunakan palu, gergaji dan obeng.
d.   Menjadi ahli dalam kursif.
e.    Mengunakan simbol saat menggambar (misalnya burung binatang).
f.    Membuat model sederhana mobilan dan pesawat terbang serta membuat kerajinan tangan sederhana.
g.   Belajar bermain dongkrak dan kelereng.
h.   Belajar membersihkan gigi dengan flossing secara efektif dan mandiri melakukan perawatan gigi
Keterampilan Motorik Kasar
a.     Dapat menangkap atau melempar (70 kaki ), dan memukul bola kasti.
b.     Melakukan loncat ritmik dengan pola 2-2,2-3 atau 3-3.
c.     Melakukan bermacam-macam gaya lompat tali disertai menyanyikan lagu atau upacara lain.
Perawatan Diri
a.     Belajar membersihkan kamar mandi setelah mandi.
b.     Menikmati membuat makanan ringan dan menyusun makan siang sendiri.
c.     Belajar mengatur rambut dan menyisipkan pita rambut dan hiasan lainnya.
d.    Memakai baju sendiri dengan lengkap dan dapat membantu saudaranya yang lebih kecil untuk berpakaian.
e.     Dapat merapikan tempat tidur sendiri.
Keterampilan Motorik Halus
a.    Belajar mengupas apel dan kentang.
b.    Menjahit bahan sederhana dengan mesin.
c.    Membangun objek sederhana seperti rumah burung.
d.   Menikmati menggunakan tulisan dengan koratif.
e.    Mulai menggunakan bakat kreatif dan artistik.
f.     Membangun model kompleks  mobil dan pesawat dan membuat kerajinan tangan yang rumit.
g.    Belajar memainkan instrumen musik.
h.    Menjadi ahli dalam merawat kawat gigi dan alat lain.
Keterampilan Motorik Kasar
a.       Dapat melakukan lompat jauh sejauh 1,5 meter.
b.      Dapat melakukan lompat tinggi  berdiri sejauh 90 cm.
c.       Melakukan permainan yang melibatkan penggunaan dua atau lebih -keterampilan motorik komplek seperti roller skate, hoki es atau dance skate.
Perawatan Diri
a.    Membersihkan debu, membersihkan dengan vakum, dan membersihkan ruangan sendiri.
b.    Belajar memasak makanan siap saji yang sederhana.
c.    Mencuci, mengeringkan, menjalin , mengeriting dan menguncir rambutnya sendiri.
d.   Belajar memilih, mencuci, mengeringkan, dan menyetrika pakaiannya sendiri.
e.    Belajar merawat kuku jari tangan dan kaki



4.    Perkembangan Kognitif
Perubahan kognitif pada anak usia sekolah adalah pada kemampuan untuk berpikir dengan cara logis tentang di sini dan saat ini dan bukan tentang abstraksi. Pada usia 7 tahun, anak memasuki tahap piaget ketiga yaitu perkembangan kognitif yang dikenal dengan operasional konkret. Anak dalam tahap operasional konkret cenderung sedikit egosentris dan mengembangkan kemampuan decenter yang memungkinkan mereka untuk berkonsentrasi pada lebih dari satu aspek situasi. Proses mental klasifikasi menjadi lebih kompleks selama usia sekolah. Anak yang lebih kecil dapat memisahkan ke dalam kelompoknya berdasarkan bentuk atau warna, tetapi anak usia sekolah memahami bahwa elemen yang sama terdapat dalam dua kelas pada waktu yang sama (Potter & Perry, 2005).

5.    Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa sangat cepat selama masa kanak-kanak tengah dan pencapaian berbahasa tidak lagi sesuai dengan usianya. Rata-rata anak usia 6 tahun memiliki kosa kata sekitar 3000 kata yang cepat berkembang dengan meluasnya pergaulan serta kemampuannya membaca. Mereka menerima bahasa sebagai alat untuk menggambarkan dunia dalam cara subjektif dan menyadari bahwa kata-kata mempunyai arti yang berubah-ubah bukan absolut (Potter & Perry, 2005).

6.    Perkembangan Psikososial
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. (Potter & Perry, 2005).

C.    Keperawatan Keluarga Dengan Anak Usia Sekolah
1.    Tugas-tugas Perkembangan Keluarga Anak Usia Sekolah
a.       Memberi perhatian tentang kegiatan sosial anak, pendidikan, semangat belajar.
b.      Tetap mempertahankan hubungan harmonis dalam perkawinan
c.       Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual.
d.      Menyediakan aktifitas untuk anak.
e.       Menyesuaikan pada aktivitas komuniti dengan mengikut sertakan anak.
Sedangkan menurut carter dan mc. Goldrink, 1988, duval dan miller, 1985 tugas perkembangan keluarga meliputi:
a.         Mensosialisasikan anak-anak termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sehat.
b.         Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.
c.         Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga.
(Pastakyu (online), 2010)

2.    Tahap-tahap Kehidupan Dalam Menghadapi Anak Usia Sekolah
Dalam tahap ini tugas keluarga adalah :
a.    Bagaimana mendidik anak.
b.    Mengajari anak untuk mempersiapkan masa depannya
c.    Membiasakan anak belajar teratur
d.   Mengontrol tugas-tugas sekolah anak
e.    Meningkatkan pengetahuan anak
Pada usia 7-8 tahun anak pandai menentukan makanan yang disukai karena mereka suda mengenal lingkungan. Untuk itu perlu pengawasan dari orangtua supaya tidak salah memilih makanan karena pengaruh lingkungan. Disini anak masih daam tahap pertumbuhan sehingga kebutuhan gizinya harus tetap seimbang. Banyak makanan yang dijual dipinggir jalan atau tempat umum hanya mengandung karbohidrat dan garam yang hanya dapat membuat cepat kenyang dan banyak disukai anak, sayangnya hal ini hanya dapat mengganggu nafsu makan anak dan jika hal ini dibiarkan berlarut-larut akan dapat mengganggu atau menghambat pertumbuhan tumbuhnya. Sedangkan pada anak usia 10-12 tahun sudah harus dibagi dalam jenis kelaminnya mengingat kebutuhannya yang berbeda. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik sehingga memerlukan kalori yang lebih banyak dibandingkan anak perempuan. Pada usia ini biasanya anak perempuan sudah mengalami masa haid sehingga memerlukan lebih banyak protein, zat besi dari usia sebelumnya. Dan yang perlu diperhatikan pula adalah pentingnya sarapan pagi supaya konsentrasi belajar tidak terganggu (Pastakyu (online), 2010).
D.    Konsep Retardasi Mental
1.    Definisi Retardasi Mental
Retardasi mental menurut American Association on Mental Retardation (AAMR) 1992: Kelemahan/ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak (sebelum 18 tahun) ditandai  dengan fungsi kecerdasan  dibawah normal ( IQ 70-75 atau kurang), dan disertai keterbatasan lain pada sedikitnya  dua area berikut: berbicara dan berbahasa; ketrampilan merawat diri, ADL; ketrampilan sosial; penggunaan sarana masyarakat; kesehatan dan keamanan; akademik  fungsional; bekerja dan rileks, dll. 
Menurut WHO, retardasi mental adalah kemampuan mental yang tidak mencukupi. Menurut Crocker AC 1983, retardasi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi intelegensi yang rendah, yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku, dan gejalanya timbul pada masa perkembangan. Sedangkan menurut Melly Budhiman, seseorang dikatakan retardasi mental, bila memenuhi kriteria sebagai berikut:
a.    Fungsi intelektual umum dibawah normal.
b.    Terdapat kendala dalam perilaku adaptif sosial.
c.    Gejalanya timbul dalam masa perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.
                                                                                                (Hasgurstika (online),  201l)

2.    Klasifikasi Retardasi Mental
Bila ditinjau dari gejalanya, maka Melly Budhiman membagi:
a.       Tipe klinik
Pada retardasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak dini, karena kelainan fisik maupun mentalnya cukup berat. Penyebabnya sering kelainan organik. Kebanyakan anak ini perlu perawatan yang terus menerus dan kelainan ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi ataupun yang rendah. Orang tua dari anak yang menderita retardasi mental tipe klinik ini cepat mencari pertolongan oleh karena mereka melihat sendiri kelainan pada anaknya.

b.      Tipe sosio budaya
Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan ternyata tidak dapat men­gikuti pelajaran. Penampilannya seperti anak normal, sehingga disebut juga retardasi enam jam. Karena begitu rnereka keluar sekolah, mereka dapat bermain seperti anak­-nak yang normal lainnya. Tipe ini kebanyakan berasal dari golongan sosial ekonomi rendah. Para orang tua dari anak tipe ini tidak melihat adanya kelainan pada anaknya, mereka mengetahui kalau anaknya retardasi dari gurunya atau dari psikolog, karena anaknya gagal beberapa kali tidak naik kelas. Pada urnumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan borderline dan retardasi mental ringan.

Klasifikasi Retardasi Mental (Wong, 2003)
Tingkat (IQ)
Usia sekolah (6-12 tahun)
Pelatihan Dan pendidikan
Ringan (50-55 sampai kira-kira 70)



Sedang (35-40 sampai 50-55)




Berat ( 20-25 sampai 35-40)




Profunda (di bawah 20-25)
Dapat melakukan keterampilan praktis, membaca dan aritmatik dari kelas 3 sampai kelas 6 dengan pendidikan khusus, dapat dibimbing ke arah konformitas sosial, mencapai usia mental 8-12 tahun.

Dapat mempelajari komunikasi sederhana, kebiasaan sehat dan aman yang bersifat dasar, dan keterampilan manual sederhana, tidak maju dalam hal membaca, atau aritmatik fungsional, mencapai usia mental 3 sampai 7 tahun.


Biasanya berjalan, kecuali jika terdapat ketidakmampuan khusus, dapat memahami beberapa pembicaraan dan beberapa respons, mendapat keuntungan dari pelatihan kebiasaan yang sistematik, mencapai usia mental todler.

Kelambatan berat pada semua area perkembangan, menunjukkan respons emosional dasar, dapatberespons pada pelatihan terampil penggunaan kaki, tangan dan rahang, kebutuhan untuk pengawasan visual, mencapai usia mental bayi.

3.    Etiologi
Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Penyebab dari retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial. Walaupun begitu terdapat beberapa faktor yang potensial berperanan dalam terjadinya retardasi mental seperti dibawah ini:
a.    Organik
1)   Faktor prekonsepsi: kelainan kromosom (trisomi 21/Down syndrome dan Abnormalitas single gene (penyakit-penyakit metabolik, kelainan neuro­cutaneos, dll).
2)   Faktor prenatal:  kelainan petumbuhan otak selama kehamilan (infeksi, zat teratogen dan toxin)
3)   Faktor perinatal: prematuritas, perdarahan intrakranial, asphyxia neonatorum, Meningitis, Kelainan metabolik: hipoglikemia, hiperbilirubinemia, dll.
4)   Faktor postnatal: infeksi, trauma, gangguan metabolik/hipoglikemia, malnutrisi, CVA (Cerebrovascularaccident) - Anoksia, misalnya tenggelam.
b.    Non organik
1)   Kemiskinan dan keluarga tidak harmonis
2)   Sosial kultural Interaksi anak kurang
3)   Penelantaran anak
c.    Faktor lain: Keturunan; pengaruh lingkungan dan kelainan mental lain.

4.    Manifestasi Klinis
a.    Retradasi Mental Ringan
Keterampilan sosial dan komunikasinya mungkin adekuat dalam tahun-tahun prasekolah. Tetapi saat anak menjadi lebih besar, defisit kognitif tertentu seperti kemampuan yang buruk untuk berpikir abstrak dan egosentrik mungkin membedakan dirinya dari anak lain seusianya.
b.    Retradasi Mental Sedang
Keterampilan komunikasi berkembang lebih lambat. Isolasi sosial dirinya mungkin  dimulai pada usia sekolah dasar. Dapat dideteksi lebih dini jika dibandingkan retradasi mental ringan.
c.    Retradasi Mental Berat
Bicara anak terbatas dan perkembangan motoriknya buruk. Pada usia prasekolah sudah nyata ada gangguan. Pada usia sekolah mungkin kemampuan bahasanya berkembang. Jika perkembangan bahasanya buruk, bentuk komunikasi nonverbal dapat berkembang.
d.   Retradasi Mental Sangat Berat
Keterampilan komunikasi dan motoriknya sangat terbatas. Pada masa dewasa dapat terjadi perkembangan bicara dan mampu menolong diri sendiri secara sederhana. Tetapi seringkali masih membutuhkan perawatan orang lain. Terdapat ciri klinis lain yang dapat terjadi sendiri atau menjadi bagian dari gangguan retradasi mental, yaitu hiperakivitas, toleransi frustasi yang rendah, agresi, ketidakstabilan efektif, perilaku motorik stereotipik berulang dan perilaku melukai diri sendiri.
(Hasgurstika(online), 2011)

5.    Pencegahan dan Penanganan Retardasi Mental
a.    Pencegahan Retardasi Mental
Pencegahan retardasi mental tergantung pada pemahaman terhadap berbagai penyebabnya. Bidang genetika medis belum mampu mencegah penyebab genetik yang lebih parah dalam retardasi mental, namun kemajuan yang menakjubkan dalam ilmu genetika dapat mengubah situasi ini dalam waktu yang tidak terlalu lama. Bila penyebab retardasi mental tidak diketahui maka pencegahan tidak mungkin dilakukan, namun penanganan untuk meningkatkan kemampuan orang yang bersangkutan untuk hidup mandiri dapat menjadi pilihan. Bila lingkungan miskin menjadi sumber retardasi ringan, program-program pengayaan, seperti head star, dapat mencegah semakin buruknya kelemahan yang dialami dan kadang bahkan mengatasi kelemahan yang sudah terjadi.
b.    Penanganan Retardasi Mental
1)   Penanganan Residensial
Memberikan pelayanan pendidikan dan pelayanan masyarakat bagi para individu retardasi mental dan bukan perawatan yang sangat bersifat pengawasan seperti rumah-rumah sakit jiwa besar.
2)   Intervensi Behavioral berbasis pengkondisian Operan
Head star dapat membantu mencegah retardasi mental ringan pada anak-anak yang tidak beruntung. Anak-anak dengan retardasi mental berat biasanya membutuhkan instruksi intensif agar mampu makan, menggunakan toilet dan berpakaian sendiri. Pendekatan operan kadang disebut analisis perilaku terapan juga digunakan untuk mengurangi perilaku yang tidak pada tempatnya dan perilaku mencederai diri sendiri.
3)   Intervensi Kognitif
Latihan instruksional diri anak-anak tersebut untuk memandu upaya penyelesaian masalah mereka melalui kata-kata yang diucapkan.
(Gerald C. Davison, 2006)

E.     Studi Kasus
1.    Kasus
Bapak Amir dan Ibu Bety masing-masing berusia 35 tahun dan 33 tahun, memiliki 2 orang putri bernama Amira yang berusia 11 tahun dan Meisya yang berusia 6 tahun. Amira memiliki prestasi yang tinggi di sekolahnya dan selalu mendapat juara kelas. Sedangkan Meisya mengalami retardasi mental sehingga ibunya menganggap anaknya tidak perlu masuk sekolah.
Pada saat Meisya berusia 4 tahun, Ibu bety sudah merasakan hal yang beda dalam diri Meisya. Melihat anak-anak seumuran Meisya begitu aktif, sedangkan Meisya perkembangannya agak lambat dibandingkan teman seusianya seperti lambat berbicara, lambat berespon terhadap lingkungan sekitar. Namun ibunya tidak begitu resah karena tingkah Meisya tidak terlalu mencolok. Jika ibunya meminta tolong dalam hal sederhana seperti menyuruh mengambil barang-barang kecil yang dikenalnya, Meisya mau mengambilkannya.
Ibu Bety merasa bahwa Meisya tidak perlu diperiksa ke rumah sakit karena anaknya mungkin bisa mengejar keterlambatannya. Walaupun Meisya sering berperilaku hiperaktif, ketidakstabilan afektif bahkan suka berperilaku agresif, tapi keluarga selalu memberikan kasih sayang kepada Meisya.
Namun akhir-akhir ini perilaku Meisya tidak seperti biasanya. Jika keinginannya tidak tercapai, misalnya tanpa sepengetahuan orang tuanya ia ingin mengambil sesuatu di rak lemari yang lebih tinggi darinya, dia mengacak-acakkan semua isi lemari dan menyerakkan ke lantai karena ia tidak dapat meraih barang-barang yang diinginkannya. Dan sekarang Meisya lebih sering meminta untuk bermain di rumah tetangganya, tapi ibunya tidak mengizinkan karena takut menyusahkan orang lain. Namun Meisya tetap memaksa untuk bermain dirumah tetangganya, bahkan dia melempar barang-barang yang ada dihadapannya agar ibunya mengizinkan dia untuk bermain di rumah tetangga. Karena sudah tidak sanggup lagi menahannya, akhirnya si ibu mengizinkannya.
Melihat keadaan Meisya yang semakin tidak terkendali, maka orang tuanya memutuskan untuk memeriksa kondisi Meisya ke rumah sakit. Pada kunjungan pertama Buk Bety terlihat lelah sementara Meisya yang duduk di sebelahnya sedang bermain dengan bonekanya, dia berbicara sendiri, tersenyum dan bertingkah seolah-olah boneka itu temannya. Perawat melakukan pengkajian kepada keluarga dan juga Meisya. Dan berdasarkan data-data yang diperoleh, maka diagnosa keperawatan yang sesuai untuk keluarga pak Amir yaitu ketidamampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga terutama Meisya (anak kedua bapak Amir) karena retardasi mental. Dan untuk melakukan intervensi keperawatan terhadap keluarga pak Amir, maka 2 hari kemudian (setelah melakukan pengkajian) perawat keluarga melakukan home visit ke rumah pak Amir.

2.    Proses Keperawatan
a.    Pengkajian
Identitas keluarga
Nama Kepala Keluarga  : Bapak Amir
Alamat                           : Limpok, Darussalam

Komposisi keluarga
Nama
Gender
Hubungan
Usia
Tempat Lahir
Pekerjaan
Pendidikan
Amir
L
Bapak
35th
A.    Besar
Guru
Sarjana
Bety
P
Ibu
33th
A.    Besar
IRT
SMA
Amira
P
Anak Perempuan
11th
A.    Besar
Siswi
SD
Meisya
P
Anak Perempuan
7th
A.    Besar
-
-
Tipe bentuk keluarga:  Keluarga inti dengan Bapak, Ibu, Anak 2 orang
Latar belakang budaya: Keluarga ini merupakan keluarga asli Aceh Besar.
Identifikasi Religius: Terlibat secara aktif di mesjid setempat dan istrinya juga mengikuti pengajian di mesjid. Bapak Amir selalu shalat berjamaah. Kepercayaan kepada keluarga dan anak-anaknya ditekankan.
Status Kelas Sosial: Ayah merupakan satu-satunya pencari nafkah.
Status Ekonomi: Pendapatan mencukupi, jika ada yang sakit ada simpanan
Aktifitas Rekreasi: Mereka sering nonton, makan & berkumpul bersama-sama. Kadang mereka saling mengunjungi keluarga besar.
Tahap perkembangan Keluarga saat ini: Keluarga dalam tahap keluarga dengan anak usia sekolah, dengan usia 11 dan 7 tahun.
Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi: Nampaknya keluarga memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dalam perumahan, kamar, ruang dan privasi serta keamanan. Ibu merasa tertekan dengan perlakuan anaknya yang retardasi mental dan kesulitan dalam mengendalikan perilaku anaknya, yang semakin sering berperilaku agresif. Pemeliharaan hubungan-hubungan orangtua-anak memuaskan.
Riwayat Keluarga: Kedua orangtua hidup dalam lingkungan yang sama. Kedua orang tua menerima kekurangan anaknya dengan hangat dan menyayanginya.
Riwayat Keluarga Asal: Dari kedua belak pihak keluarga tidak ada riwayat retardasi mental.
Karakteristik Rumah: Sebuah rumah berlantai 1 dengan 4 kamar tidur yang dibeli ketika Bapak Amir berumur 25 tahun. Diluar rumah : kondisinya terawat dengan baik, penerangan diluar bagus. Didalam rumah : di lengkapi dengan perabot minimal. Diruang tamu ada sebuah televisi berwarna. Orang tua memiliki kamar tidur sendiri dan bergabung dengan Meisya. Amira memiliki kamar tidur sendiri. Didapur ada lemari es dan kompor gas dilengkapi dengan lemari. Bahaya-bahaya keamanan: tidak ada pagar.

Karakteristik Lingkungan dan Komunitas
Yang lebih luas: lingkungan merupakan daerah komplek perumahan, yang terdiri dari berbagai etnis. Lingkungan ini agak jauh dari jalan raya. Keluarga menyukai keramah-tamahan dari  lingkungan, namun tetap cemas dengan tingkah laku yang mungkin timbul dari anaknya. Keluarga menggunakan pasar tradisional dan pusat perbelanjaan yang sangat jauh dari rumah ( 3,5 km jauhnya) untuk hampir semua kebutuhan-kebutuhan berbelanja. Mesjid hanya berjarak 300 M dari rumah. Tidak ada transportasi umum yang masuk ke kompleks perumahan tersebut, tapi Ibu Bety dapat menggunakan kendaraan milikknya jika pergi melakukan aktifitas sehari-hari.
b.    Diagnosa
1)   Perubahan dalam proses keluarga pada keluarga Bapak Amir terutama Ibu Bety berhubungan dengan KMK merawat anggota keluarga dengan anak retardasi mental.
2)   Gangguan penyesuaian diri pada keluarga Bapak Amir terutama Meisya berhubungan dengan KMK merawat anggota keluarga dengan anak retardasi mental.
3)   Gangguan pertumbuhan & perkembangan pada keluarga Bapak Amir terutama Ibu Bety  berhubungan dengan KMK merawat anggota keluarga dengan retardasi mental.

c.    Analisa Data
No.
Data
Etiologi
Masalah Keperawatan
1.
DS:
Ibu mengatakan Meisya suka berperilaku agresif, ketidakstabilan afektif dan terkadang hiperaktif.

Ibu mengatakan saat ini Meisya suka melempar barang yang ada dihadapannya  bila keinginannya tidak dipenuhi.



DO:
Pada kunjungan pertama, perawat melihat Meisya sedang bermain dengan bonekanya dan dia berbicara sendiri, tersenyum dan bertingkah seolah-olah boneka itu temannya.

Ibu Bety terlihat lelah
Inadekuat pola koping  keluarga
Perubahan dalam proses keluarga
2.
DS:
Ibu mengatakan Meisya tidak diperbolehkan bermain di rumah tetangga karena takut menyusahkan orang lain.

Ibu mengatakan bila tidak mampu mengambil barang yang diinginkan maka dia akan menyerakkan barang-barang yang ada di sekitarnya.

Ketidakmampuan mengadakan perubahan pola hidup
Gangguan penyesuaian diri
3.
DS:
Ibu mengatakan Meisya lambat berbicara.

Ibu mengatakan Meisya lambat berespon terhadap lingkungan sekitar.

Ibu mengatakan perkembangan Meisya lebih lambat daripada anak seusianya.
Kurangnya rangsangan dan lingkungan
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan

d.   Rencana Asuhan Keperawatan keluarga
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
No.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
Jangka Panjang
Jangka Pendek
Kriteria
Standar
1.
Perubahan dalam proses keluarga pada Ibu Bety dikeluarga Bapak  Amir berhubungan dengan KMK dalam merawat anggota keluarga terutama Meisya (anak kedua bapak Amir) karena retardasi mental.
Selama 4×60 kunjungan, keluarga mampu mengenal cara merawat dan menstimulasi perkembangan anak dengan retardasi mental pada usia 7 tahun.
Selama 1×60 kunjungan keluarga mampu mengenal cara merawat anak dengan retardasi mental usia 7 tahun.
Dengan cara:
1)   Menyebutkan definisi retardasi mental
2)   Menyebutkan klasifikasi anak dengan retardasi mental.
3)   Menyebutkan apa penyebab retardasi mental
Respon
Verbal
Retardasi mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal.

Menyebutkan 2 dari 4 klasifikasi anak retardasi mental yaitu:
1)   Retardasi mental ringan (IQ 50-70).
2)   Retardasi Mental sedang (IQ 35-40).
3)   Retardasi Mental Berat (IQ 25-30).
4)   Retardasi Mental Sangat Berat ( IQ dibawah 20).

Menyebutkan 1 dari 9  penyebab retardasi mental.
1)   Kelainan kromosom
2)   Pewarisan faktor genetik yang dominan
3)   Gangguan metabolic
4)   Gangguan prenatal
5)   Sifilis
6)   Toksoplasmosis
7)   Diabetes
8)   Penyalahgunaan alkohol pada ibu (syndrome fetal alcohol)
9)   Penggunaan beberapa obat (mis: talidomid), toksemia pada kehamilan, eritoblastosis fetalis, dan malnutrisi pada ibu, dll.
1) Tentukan pengetahuan akan situasi sekarang.

2) Kaji tindakan keluarga sekarang ini dan bagaimana mereka diterima oleh pasien.

3) Ikutsertakan keluarga dalam pemberian informasi, pemecahan masalah dan perawatan pasien sesuai kemungkinan.
















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota. Keluarga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga.
Retardasi mental adalah apabila jelas terdapat fungsi intelegensi yang rendah, yang disertai adanya kendala dalam penyesuaian perilaku, dan gejalanya timbul pada masa perkembangan. Ada 2 tipe dari retardasi mental yaitu tipe klinik dan sosio budaya. Sedangkan klasifikasi retardasi mental terdiri dari Ringan (50-55 sampai kira-kira 70), Sedang (35-40 sampai 50-55), Berat ( 20-25 sampai 35-40) dan Profunda atau Sangat Berat (di bawah 20-25). Adanya disfungsi otak merupakan dasar dari retardasi mental. Sehingga ntuk mengetahui adanya retardasi mental perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium.

B.     Saran
Insiden retardasi mental pada seorang anak sulit untuk di kenali, oleh karena itu keluarga harus lebih peka terhadap perkembangan-perkembangan pada anak apakah sesuai atau tidak dengan usianya. Dan di sini perawat keluarga sangat berperan dalam pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum, usaha terus menerus dari profesional  bidang kesehatan untuk menjaga dan memperbaharui kebijakan kesehatan masyarakat, aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal.





DAFTAR PUSTAKA

Wong, Donna L.2003. Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta :  EGC.
Davison. C. Gerald, dkk. 2006. Psikologi Abnormal. PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-dasar Keperawatan kesehatan Masyarakat. EGC: Jakarta.
Friedman, M. Maryliin.1998. Keperatan Keluarga Teori dan Praktek. EGC: Jakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar