BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Retardasi
mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi Negara berkembang. Diperkirakan angka
kejadian retardasi mental berat sekitar 0,3% dari seluruh populasi
dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah 70. Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka tidak bisa
dimanfaatkan karena 0,1% dari anak-anak ini memerlukan
perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya (Swaiman KF,1989).
Prevalensi
retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di Indonesia sekitar 1-3
persen penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit di ketahui karena retardasimetal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan
dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi
pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun.
Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak padalaki-laki dibandingkan
dengan perempuan.
Wall
(1993) berpendapat bahwa fenomena dalam masyarakat masih banyak orang tua
khususnya ibu yang menolak kehadiran anak yang tidak normal, karena malu
mempunyai anak yang cacat, dan tak mandiri. Orang tua yang demikian akan
cenderung menyangkal keberadaan anaknya dengan menyembunyikan anak tersebut agar
jangan sampai diketahui oleh orang lain. Anak retardasi mental sering dianggap
merepotkan dan menjadi beban bagi pihak lain
Retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagikeluarga dan masyarakat.
Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan pencegahannya
masih merupakan masalah yang tidak kecil.
Orang tua mempunyai pengaruh yang besar bagi perkembangan anak yang
mengalami retardasi mental. Melalui asuhan keperawatan keluarga, orang tua sebagai
orang terdekat dalam kehidupan anak
dapat membantu anak retardasi mental dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Sikap yang penuh cinta kasih dan penerimaan terhadap apapun keadaan anak
merupakan hal yang dibutuhkan oleh anak.
Dengan adanya asuhan keperawatan
keluarga, diharapkan orang tua memperoleh informasi dan mendapatkan gambaran
dalam menerapkan pola asuh yang diiterapkan kepada anak sehingga anak retardasi
mental dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
B.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk mempelajari definisi tentang
retardasi mental
2. Mempelajari
faktor-faktor penyebab retasdasi mental
3. Mengetahui asuhan
keperawatan pada klien retardasi mental
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Keluarga
1.
Definisi
Keluarga
Beberapa ahli mengemukakan definisi keluarga, antara lain:
a.
Duvall,
1986
Sekumpulan orang yang dihubungkan
oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental,
emosional dan sosial dari tiap anggota.
b.
WHO,
1969
Keluarga adalah anggota rumah tangga
yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi dan perkawinan.
c.
Bergess,
1962
Yang dimaksud keluarga adalah:
Terdiri dari kelompok orang yang mempunyai ikatan perkawinan, keturunan atau
hubungan sedarah atau hasil adopsi. Anggota tinggal bersama dalam satu rumah.
Anggota berinteraksi dan berkomunikasi dalam peran sosial. Mempunyai kebisaan
atau kebudayaan dari masyarakat tetapi mempunyai keunikan tersendiri.
d.
Helvie,
1981
Keluarga adalah sekelompok manusia
yang tinggal dalam satu rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan
berhubungan erat.
e.
Salvicion
G. Bailon dan Aracelis Maglaya, 1989
Keluarga adalah dua atau lebih dari
dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau
pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi antara satu
sama lain dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan
kebudayaan.
f.
Departemen
kesehatan R.I, 1998
Keluarga adalah unit terkecil dari
suatu masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul
dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keaadaan saling
ketergantungan.
(Pastakyu
(online), 2010)
2.
Struktur
Keluarga
Struktur keluarga terdiri dari bermacam-macam diantaranya
adalah:
a. Patrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.
b. Matrilineal
Adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis
ibu.
c. Matrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah saudara istri.
d. Patrilokal
Adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
suami.
e. Keluarga kawinan
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan
keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya
bagian dari suami istri.
Ciri-ciri struktur keluarga:
a. Terorganisasi
b. Saling berhubungan, saling
berketergantungan antara anggota keuarga
c. Ada keterbatasan
d. Setiap anggota memiliki keterbatasan
tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya
masing-masing
e. Ada perbedaan dan kekhususan
f. Setiap anggota keluarga mempunyai
peranan dan fungsi masing-masing.
(Pastakyu (online),
2010)
3.
Tipe
Keluarga
Keluarga
yang memerlukan pelayanan kesehatan berasal dari berbagai macam pola kehidupan.
Sesuai dengan perkembangan sosial maka tipe keluarga berkembang mengikutinya.
Agar dapat mengupayakan peran serta keluarga dalam meningkatkan derajat
kesehatan maka perawat perlu memahami dan mengetahui berbagi tipe keluarga.
a.
Keluarga
Tradisional
1)
Nuclear Family (Keluarga inti)
Keluarga yang terdiri dari : ayah,
ibu dan anak yang tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal
dalam suatu ikatan perkawinan, satu/keduanya dapat bekerja di luar rumah.
2)
Extended family
Adalah keluarga inti ditambah dengan
sanak saudara misalnya: nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi
dan lain sebagainya.
3)
Resconstituted Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti
melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah
dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari
perkawinan baru. Satu atau keduanya, dapat bekerja luar rumah.
4)
Niddle Age/Aging Couple
Suami sebagai pencari uang, istri di
rumah/kedua-duanya bekerja di ruma anak-anak sudah meninggalkan rumah karena
sekolah/perkawinan/meniti karier.
5)
Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur dan
tidak mempunyai anak, keduanya/salah satu bekerja di luar rumah.
6)
Single Parent
Satu orang tua sebagai akibat
perceraian/ kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah/ di
luar rumah.
7)
Dual Carrier
Suami
istri atau keduanya orang karier dan tanpa anak.
8)
Commuter Married
Suami istri/ keduanya orang karier
dan tinggal terpisah pada jarak tertentu, keduanya saling mencari pada
waktu-waktu tertentu.
b.
Keluarga
Non Traditional
1)
Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal
sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk kawin.
2)
Three Generation
Tiga generasi atau lebih tinggal
dalam satu rumah.
3)
Institusional
Anak-anak atau orang-orang dewasa
tinggal dalam suatu panti-panti.
4)
Comunal
Satu rumah terdiri dari dua/lebih
pasangan yang monogami dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan
fasilitas.
5)
Group Marriage
Satu perumahan terdiri dari orang
tua dan keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga dan tiap individu adalah
kawin dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari anak-anak.
6)
Unmaried Parent and Child
Ibu dan anak dimana perkawinan tidak
dikehendaki, anaknya diadopsi.
7)
Cohibing Couple
Dua orang/satu pasangan yang tinggal
bersama tanpa kawin.
(Pastakyu
(online), 2010)
4.
Fungsi
Keluarga
a.
Fungsi
afektif
Fungsi afektif berhubungan erat
dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi
afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan
melaksanakan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan kegembiraan dari
seluruh anggota keluarga. Tiap anggota keluarga saling mempertahankan iklim
yang positif. Hal tersebut dapat dipelajari dan dikembangkan melalui interaksi
dan hubungan dalam keluarga. Dengan demikian, keluarga yang berhasil
melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota keluarga dapat mengembangkan
konsep diri positif. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam
melaksanakan fungsi afektif adalah:
1)
Saling
mengasuh
a)
Cinta
kasih
b)
Kehangatan
c)
Saling
menerima
2)
Saling
mendukung antar anggota keluarga
a) Mendapat kasih sayang dan dukungan
dari anggota yang lain
Fungsi afektif merupakan ”sumber
energi” yang menentukan kebahagiaan keluarga. Kerekatan keluarga, kenakalan
anak atau masalah keluarga, timbul karena fungsi afektif di dalam keluarga
tidak dapat terpenuhi.
b.
Fungsi
sosialisasi
Sosialisasi
adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu, yang menghasilkan
interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosial. Keberhasilan
perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan
antar anggota keluarga yang diwujudkan dalam sosialisasi anggota keluarga
belajar disiplin, belajar norma-norma, budaya dan perilaku melalui hubungan dan
interaksi keluarga.
c.
Fungsi
Reproduksi
Keluarga
berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Maka
dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi kebutuhan
biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk keluarga adalah untuk meneruskan
keturunan.
d.
Fungsi
ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi
kebutuhan seluruh anggota keluarga seperti memenuhi kebutuhan akan makanan,
pakaian, dan tempat tinggal. Banyak sekarang pasangan yang kita lihat dengan
penghasilan yang tidak seimbang antara suami dan istri, hal ini menjadikan
permasalahan yang berujung pada perceraian.
e.
Fungsi
Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan
praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan
dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam
memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan
keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan
keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan
berarti sanggup menyelesaikan masalah kesehatan.
Tugas kesehatan keluarga adalah sebagai berikut:
1) Mengenal masalah kesehatan
2) Membuat keputusan tindakan kesehatan
yang tepat
3) Memberi perawatan pada anggota
keluarga yang sakit
4) Mempertahankan atau menciptakan
suasana rumah yang sehat
5) Mempertahankan hubungan dengan
(menggunakan) fasilitas kesehatan masyarakat.
(Friedman, 1998)
B.
Perkembangan-perkembangan
Pada Anak Usia Sekolah
1.
Perkembangan
Fisik
a. Tinggi
dan Berat Badan
Laju pertumbuhan selama
tahun sekolah awal lebih lambat daripada setelah lahir tetapi meningkat secara
terus menerus. Pada anak tertentu mungkin tidak mengikuti pola secara tepat.
Anak usia sekolah tampak lebih langsing daripada anak prasekolah. Sebagai
akibat perubahan distribusi ketebalan lemak. Laju pertumbuhan berbeda pada
setiap anak dan waktu yang berbeda. Rata-rata tinggi badan meningkat 5 cm per tahun
dan berat badan lebih bervariasi, meningkat 2,5 sampai 3,5 kg per tahun.
b. Fungsi
Kardivaskular
Fungsi kardiovaskular
baik dan stabil selama masa pubertas. Denyut jantung rata-rata 70-90 denyut per
menit, tekanan darah normal kira-kira 110/70 mmHg dan frekuensi pernapasan
stabil 19-21.
c. Fungsi
Neuromuskular
Anak usia sekolah
menjadi lebih lentur selama usia sekolah karena koordinasi otot besar meningkat
dan kekuatannya dua kali lipat. Banyak anak berlatih keterampilan motorik kasar
dasar yaitu berlari, melompat, menyeimbangkan gerak tubuh, melempar dan
menangkap selama bermain, menghasilkan peningkatan fungsi dan keterampilan
neuromuskular. Keterampilan motorik halus terlambat tertinggal oleh
keterampilan motorik kasar tetapi berkembang kira-kira dengan kecepatan yang
sama, saat kontrol terhadap jari jemari dan pergelangan tangan tercapai, anak
menjadi pandai melakukan berbagai aktivitas.
d. Nutrisi
Periode usia sekolah
merupakan salah satu masalah nutrisi secara relatif. Jika terjadi defisiensi,
biasanya defisiensi zat besi, vitamin A atau kalsium. Obesitas dapat menjadi
masalah karena anak sering bergegas ke rumah setelah sekolah atau bermain
karena makan makanan yang mudah diperoleh dan menarik. Anak dapat belajar
banyak hal tentang piramida makanan dan diet yang seimbang dengan membantu
menyiapkan makan siang dan makanan ringan sendiri. Tingkat aktivitas berbeda
setiap hari, dan selera serta konsumsi makanan anak berbeda sesuai aktivitasnya.
(Potter & Perry,
2005)
2.
Perkembangan
Perilaku
a. Hubungan dengan keluarga
Anak mempelajari secara bertahap bahwa orang tua kurang
sempurna, mereka dapat dikecewakan oleh orang tuanya dan berharap teman orang
tuanya adalah teman mereka. Kadang mereka percaya bahwa mereka pasti diadopsi.
Mereka mengendalikan orang tuanya untuk memberi kasih sayang, keamanan,
bimbingan dan asuhan yang mutlak.
b. Hubungan dengan saudara kandung
Usia sekolah tampak saling merasa asing dengan saudaranya
dirumah, meskipun mereka adalah pembela saudaranya yang paling baik diluar
rumah. Anak yang lebih kecil kadang mengidolakan saudara kandungnya yang lebih
besar, dan akhirnya sering terjadi persaingan. Anak yang lebih besar mungkin
iri pada perhatian yang di berikan pada saudara kandungnya yang lebih kecil dan
sedikit merayu dan kadang-kadang kasar.
c. Hubungan dengan kawan sebaya
Selama tahap primer (6-7 tahun) anak laki-laki dan perempuan
bermain bersama, bergantung pada siapa yang bersedia dan tertarik. Sekitar usia
8 tahun, kelompok sosial dengan kawan sebaya berjenis kelamin sama mulai
berbentuk. ”Geng” ini membuat anak menyatakan kemandirian mereka dari peran
orang tua dan membuat kode atau bahasa rahasia dan perilaku mreka sendri.
Periode sering kali mengarahkan pada masyarakat rahasia dimasa kanak-kanak.
Persahabatan adolesens (10-12 tahun) dikarakterisasikan dengan memiliki sahabat
dengan jenis kelamin yang sama. Hubungan ini mungkin sementara, tetapi hubungan
mereka sangat erat dan tercipta diskusi yang menyangkut seluruh area
kehidupannya.
d. Konsep diri
Perasaan anak terhadap kemampuan penguasaan tugas merupakan
elemen kunci dalam membentuk harga diri. Anak perlu mendapatkan umpan balik
positif dari guru dan orangtua terhadap usahanya. Sangat penting bagi anak
untuk mengembangkan keterampilan sedikitnya dalam satu area seperti membaca,
musik atau berenang. Hewan peliharaan yang membutuhkan perawatan dan perhatian
anak menimbulkan kasih sayang mutlak dan meninggalkan perasaan harga diri
mereka.
e. Ketakutan
Terdapat penurunan rasa takut yang berkaitan dengan keamanan
tubuh seperti, kilat, anjing, kegelapan, luka, dan goresan. Takut terhadap
supernatural seperti hantu dan penyihir menetap dan menurun secara perlahan.
Terjadi ketakutan baru yang berkaitan dengan sekolah dan keluarga. Ketakutan
mereka terhadap guru dan teman-temannya dan ketiaksetujuan dan penolakan
orangtua. Mereka juga menjadi takut tentang kematian dan hal-hal yang mereka
dengar dalam berita seperti perang dan pengrusakan lingkungan.
f. Pola koping
Untuk mengatasi stres, usia sekolah menggunakan mekanisme
pemecahan masalah dan pertahanan meliputi regresi, penolakan, agresi, dan
suspresi. Beberapa katagori perilaku koping anak usia sekolah yang mengalami
hospitalisasi meliputi ketidakaktifan (diam total, kurang beraktifitas, dan
apatis). Orientasi pra-kopping (melihat dan mendengar, berjalan berkeliling dan
mengamati, dan menanyakan pertanyaan ), kooperasi (kepatuhan terhadap
perawatan), resistensi (berusaha menghindari situasi dengan menolak dan membuat
serangan fisik atau verbal) dan mengendalikan (memikul tanggung jawab terhadap
perawatan mandiri dan menyarankan bagaimana suatu hal dapat diselesaikan).
g. Moral
Anak belajar peraturan dan orangtua, tetapi pemahaman
terhadap aturan dan alasan terbatas sampai usia sepuluh tahunan. Sebelumnya
mereka memperhatikan kebutuhan mereka lebih dahulu dan dapat berbuat curang
untuk memenangkannya setelah 10 tahun, keadilan berdasarkan pada ”mata
untuk mata” dan hukuman pada situasi yang benar (misalnya jika anak memecahkan
sesuatu, meka harus membayar untuk membetulkannya).
h. Aktivitas pengalih
Usia sekolah bermain secara kooperatif dalam aktivitas
kelompok seperti lompat tali, sepak bola, dan bola kasti. Permainan menjadi
kompetitif dan anak yang memiliki kesulitan belajar akan kalah. Karakteristik
usia ini adalah saling mengejek, menghina, menantang, takhayul, dan
meningkatkan sensitivitas.
i. Nutrisi
Anak pasti memiliki kesukaan dan ketidaksukaan. Pada
kelompok ini terjadi sedikit devisiensi nutrisi. Anak memiliki nafsu makan yang
besar setelah pulang sekolah dan memerlukan makanan kecil yang berkualitas
seperti buah dan roti lapis untuk menghindari makanan berkalori seperti keripik
dan permen.
(Perry & Potter, 2005)
3.
Pekembangan
Motorik
Tabel
Perkembangan Motorik Anak Usia Sekolah (Potter & perry, 2005)
6-7 Tahun
|
8-10 Tahun
|
11-12 Tahun
|
Keterampilan Motorik Halus
a.
Menggunakan
pisau untuk mengoles mentega pada roti dan belajar memotong danging lunak.
b.
Menggunting,
melipat, dan memotong kertas.
c.
Menulis
dengan pensil.
d.
Menggambar
orang dengan 12-16 rincian.
e.
Mencontoh
segitiga pada usia 6 tahun dan wajib pada usia 7 tahun.
f.
Mewarnai
gambar dalam garisnya.
g.
Membutuhkan
bantuan untuk membersihkan gigi dengan seksama.
Keterampilan Motorik Kasar
a.
Mempertahankan
gerak spontan.
b.
Bergerak
lebih hati-hati pada usia 7 tahun dari pada 6 tahun.
c.
Melompat
dan meloncat ke dalam kotak kecil.
d.
Berjalan
bermain roller skate, lompat tali, mengendarai sepeda dan berenang.
Perawatan Diri
a.
Mandi
tanpa pengawasan.
b.
Sering
kembali menggunakan tangan saat makan.
c.
Belajar
menyikat dan menyisir rambut tanpa bantuan.
d.
Memakai
seluruh baju, tetapi membutuhkan bantuan pada bagian bawah kemeja, ikat
pinggang dan penyesuaian terakhir.
|
Keterampilan Motorik Halus
a.
Menggunakan
pisau dan garpu secara bersamaan.
b.
Belajar
memasukkan benang kedalam jarum dan menyimpulkan dasi.
c.
Menggunakan
palu, gergaji dan obeng.
d.
Menjadi
ahli dalam kursif.
e.
Mengunakan
simbol saat menggambar (misalnya burung binatang).
f.
Membuat
model sederhana mobilan dan pesawat terbang serta membuat kerajinan tangan
sederhana.
g.
Belajar
bermain dongkrak dan kelereng.
h.
Belajar membersihkan
gigi dengan flossing secara efektif dan mandiri melakukan perawatan gigi
Keterampilan Motorik Kasar
a.
Dapat
menangkap atau melempar (70 kaki ), dan memukul bola kasti.
b.
Melakukan
loncat ritmik dengan pola 2-2,2-3 atau 3-3.
c.
Melakukan
bermacam-macam gaya lompat tali disertai menyanyikan lagu atau upacara lain.
Perawatan Diri
a.
Belajar
membersihkan kamar mandi setelah mandi.
b.
Menikmati
membuat makanan ringan dan menyusun makan siang sendiri.
c.
Belajar
mengatur rambut dan menyisipkan pita rambut dan hiasan lainnya.
d.
Memakai
baju sendiri dengan lengkap dan dapat membantu saudaranya yang lebih kecil
untuk berpakaian.
e.
Dapat
merapikan tempat tidur sendiri.
|
Keterampilan Motorik Halus
a.
Belajar
mengupas apel dan kentang.
b.
Menjahit
bahan sederhana dengan mesin.
c.
Membangun
objek sederhana seperti rumah burung.
d.
Menikmati
menggunakan tulisan dengan koratif.
e.
Mulai
menggunakan bakat kreatif dan artistik.
f.
Membangun
model kompleks mobil dan pesawat dan membuat kerajinan tangan yang
rumit.
g.
Belajar
memainkan instrumen musik.
h.
Menjadi
ahli dalam merawat kawat gigi dan alat lain.
Keterampilan Motorik Kasar
a.
Dapat
melakukan lompat jauh sejauh 1,5 meter.
b.
Dapat
melakukan lompat tinggi berdiri sejauh 90 cm.
c.
Melakukan
permainan yang melibatkan penggunaan dua atau lebih -keterampilan motorik
komplek seperti roller skate, hoki es atau dance skate.
Perawatan Diri
a.
Membersihkan
debu, membersihkan dengan vakum, dan membersihkan ruangan sendiri.
b.
Belajar
memasak makanan siap saji yang sederhana.
c.
Mencuci,
mengeringkan, menjalin , mengeriting dan menguncir rambutnya sendiri.
d.
Belajar
memilih, mencuci, mengeringkan, dan menyetrika pakaiannya sendiri.
e.
Belajar
merawat kuku jari tangan dan kaki
|
4.
Perkembangan
Kognitif
Perubahan kognitif pada
anak usia sekolah adalah pada kemampuan untuk berpikir dengan cara logis
tentang di sini dan saat ini dan bukan tentang abstraksi. Pada usia 7 tahun,
anak memasuki tahap piaget ketiga yaitu perkembangan kognitif yang dikenal
dengan operasional konkret. Anak dalam tahap operasional konkret cenderung
sedikit egosentris dan mengembangkan kemampuan decenter yang memungkinkan
mereka untuk berkonsentrasi pada lebih dari satu aspek situasi. Proses mental
klasifikasi menjadi lebih kompleks selama usia sekolah. Anak yang lebih kecil
dapat memisahkan ke dalam kelompoknya berdasarkan bentuk atau warna, tetapi
anak usia sekolah memahami bahwa elemen yang sama terdapat dalam dua kelas pada
waktu yang sama (Potter & Perry, 2005).
5.
Perkembangan
Bahasa
Perkembangan bahasa
sangat cepat selama masa kanak-kanak tengah dan pencapaian berbahasa tidak lagi
sesuai dengan usianya. Rata-rata anak usia 6 tahun memiliki kosa kata sekitar
3000 kata yang cepat berkembang dengan meluasnya pergaulan serta kemampuannya
membaca. Mereka menerima bahasa sebagai alat untuk menggambarkan dunia dalam
cara subjektif dan menyadari bahwa kata-kata mempunyai arti yang berubah-ubah
bukan absolut (Potter & Perry, 2005).
6.
Perkembangan
Psikososial
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan
praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan
dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam
memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi status kesehatan keluarga. (Potter
& Perry, 2005).
C.
Keperawatan
Keluarga Dengan Anak Usia Sekolah
1.
Tugas-tugas
Perkembangan Keluarga Anak Usia Sekolah
a.
Memberi
perhatian tentang kegiatan sosial anak, pendidikan, semangat belajar.
b.
Tetap
mempertahankan hubungan harmonis dalam perkawinan
c.
Mendorong
anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual.
d.
Menyediakan
aktifitas untuk anak.
e.
Menyesuaikan
pada aktivitas komuniti dengan mengikut sertakan anak.
Sedangkan menurut carter dan mc.
Goldrink, 1988, duval dan miller, 1985 tugas perkembangan keluarga meliputi:
a.
Mensosialisasikan
anak-anak termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan
dengan teman sebaya yang sehat.
b.
Mempertahankan
hubungan perkawinan yang memuaskan.
c.
Memenuhi
kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga.
(Pastakyu
(online), 2010)
2.
Tahap-tahap
Kehidupan Dalam Menghadapi Anak Usia Sekolah
Dalam tahap ini tugas keluarga adalah :
a. Bagaimana mendidik anak.
b. Mengajari anak untuk mempersiapkan
masa depannya
c. Membiasakan anak belajar teratur
d. Mengontrol tugas-tugas sekolah anak
e. Meningkatkan pengetahuan anak
Pada
usia 7-8 tahun anak pandai menentukan makanan yang disukai karena mereka suda
mengenal lingkungan. Untuk itu perlu pengawasan dari orangtua supaya tidak
salah memilih makanan karena pengaruh lingkungan. Disini anak masih daam tahap
pertumbuhan sehingga kebutuhan gizinya harus tetap seimbang. Banyak makanan
yang dijual dipinggir jalan atau tempat umum hanya mengandung karbohidrat dan
garam yang hanya dapat membuat cepat kenyang dan banyak disukai anak, sayangnya
hal ini hanya dapat mengganggu nafsu makan anak dan jika hal ini dibiarkan
berlarut-larut akan dapat mengganggu atau menghambat pertumbuhan tumbuhnya.
Sedangkan pada anak usia 10-12 tahun sudah harus dibagi dalam jenis kelaminnya
mengingat kebutuhannya yang berbeda. Anak laki-laki lebih banyak melakukan
aktivitas fisik sehingga memerlukan kalori yang lebih banyak dibandingkan anak
perempuan. Pada usia ini biasanya anak perempuan sudah mengalami masa haid
sehingga memerlukan lebih banyak protein, zat besi dari usia sebelumnya. Dan
yang perlu diperhatikan pula adalah pentingnya sarapan pagi supaya konsentrasi
belajar tidak terganggu (Pastakyu (online), 2010).
D.
Konsep
Retardasi Mental
1.
Definisi
Retardasi Mental
Retardasi mental menurut American
Association on Mental Retardation (AAMR) 1992: Kelemahan/ketidakmampuan
kognitif muncul pada masa kanak-kanak (sebelum 18 tahun) ditandai dengan
fungsi kecerdasan dibawah normal ( IQ 70-75 atau kurang), dan disertai
keterbatasan lain pada sedikitnya dua area berikut: berbicara dan berbahasa;
ketrampilan merawat diri, ADL; ketrampilan sosial; penggunaan sarana
masyarakat; kesehatan dan keamanan; akademik fungsional; bekerja dan
rileks, dll.
Menurut WHO, retardasi mental adalah kemampuan mental yang
tidak mencukupi. Menurut Crocker AC 1983, retardasi mental adalah apabila jelas
terdapat fungsi intelegensi yang rendah, yang disertai adanya kendala dalam
penyesuaian perilaku, dan gejalanya timbul pada masa perkembangan. Sedangkan
menurut Melly Budhiman, seseorang dikatakan retardasi mental, bila memenuhi
kriteria sebagai berikut:
a. Fungsi intelektual umum dibawah
normal.
b. Terdapat kendala dalam perilaku
adaptif sosial.
c. Gejalanya timbul dalam masa
perkembangan yaitu dibawah usia 18 tahun.
2.
Klasifikasi
Retardasi Mental
Bila ditinjau dari gejalanya, maka Melly Budhiman membagi:
a. Tipe klinik
Pada retardasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak
dini, karena kelainan fisik maupun mentalnya cukup berat. Penyebabnya sering
kelainan organik. Kebanyakan anak ini perlu perawatan yang terus menerus dan
kelainan ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi ataupun yang rendah. Orang
tua dari anak yang menderita retardasi mental tipe klinik ini cepat mencari
pertolongan oleh karena mereka melihat sendiri kelainan pada anaknya.
b. Tipe sosio budaya
Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan
ternyata tidak dapat mengikuti pelajaran. Penampilannya seperti anak normal,
sehingga disebut juga retardasi enam jam. Karena begitu rnereka keluar sekolah,
mereka dapat bermain seperti anak-nak yang normal lainnya. Tipe ini kebanyakan
berasal dari golongan sosial ekonomi rendah. Para orang tua dari anak tipe ini
tidak melihat adanya kelainan pada anaknya, mereka mengetahui kalau anaknya
retardasi dari gurunya atau dari psikolog, karena anaknya gagal beberapa kali
tidak naik kelas. Pada urnumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan
borderline dan retardasi mental ringan.
Klasifikasi
Retardasi Mental (Wong, 2003)
Tingkat (IQ)
|
Usia sekolah
(6-12 tahun)
Pelatihan Dan
pendidikan
|
Ringan
(50-55 sampai kira-kira 70)
Sedang
(35-40 sampai 50-55)
Berat
( 20-25 sampai 35-40)
Profunda
(di bawah 20-25)
|
Dapat
melakukan keterampilan praktis, membaca dan aritmatik dari kelas 3 sampai
kelas 6 dengan pendidikan khusus, dapat dibimbing ke arah konformitas sosial,
mencapai usia mental 8-12 tahun.
Dapat
mempelajari komunikasi sederhana, kebiasaan sehat dan aman yang bersifat
dasar, dan keterampilan manual sederhana, tidak maju dalam hal membaca, atau
aritmatik fungsional, mencapai usia mental 3 sampai 7 tahun.
Biasanya
berjalan, kecuali jika terdapat ketidakmampuan khusus, dapat memahami
beberapa pembicaraan dan beberapa respons, mendapat keuntungan dari pelatihan
kebiasaan yang sistematik, mencapai usia mental todler.
Kelambatan
berat pada semua area perkembangan, menunjukkan respons emosional dasar,
dapatberespons pada pelatihan terampil penggunaan kaki, tangan dan rahang,
kebutuhan untuk pengawasan visual, mencapai usia mental bayi.
|
3.
Etiologi
Adanya disfungsi otak merupakan
dasar dari retardasi mental. Untuk mengetahui adanya retardasi mental perlu
anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Penyebab dari
retardasi mental sangat kompleks dan multifaktorial. Walaupun begitu terdapat
beberapa faktor yang potensial berperanan dalam terjadinya retardasi mental seperti
dibawah ini:
a. Organik
1) Faktor prekonsepsi: kelainan
kromosom (trisomi 21/Down syndrome
dan Abnormalitas single gene
(penyakit-penyakit metabolik, kelainan
neurocutaneos, dll).
2) Faktor prenatal: kelainan petumbuhan otak selama kehamilan
(infeksi, zat teratogen dan toxin)
3) Faktor perinatal: prematuritas,
perdarahan intrakranial, asphyxia neonatorum, Meningitis, Kelainan metabolik:
hipoglikemia, hiperbilirubinemia, dll.
4) Faktor postnatal: infeksi, trauma,
gangguan metabolik/hipoglikemia, malnutrisi, CVA (Cerebrovascularaccident) - Anoksia, misalnya tenggelam.
b. Non organik
1) Kemiskinan dan keluarga tidak
harmonis
2) Sosial kultural Interaksi anak
kurang
3) Penelantaran anak
c. Faktor lain: Keturunan; pengaruh
lingkungan dan kelainan mental lain.
4.
Manifestasi
Klinis
a. Retradasi Mental Ringan
Keterampilan sosial dan komunikasinya mungkin adekuat dalam
tahun-tahun prasekolah. Tetapi saat anak menjadi lebih besar, defisit kognitif
tertentu seperti kemampuan yang buruk untuk berpikir abstrak dan egosentrik
mungkin membedakan dirinya dari anak lain seusianya.
b. Retradasi Mental Sedang
Keterampilan komunikasi berkembang lebih lambat. Isolasi
sosial dirinya mungkin dimulai pada usia sekolah dasar. Dapat dideteksi
lebih dini jika dibandingkan retradasi mental ringan.
c. Retradasi Mental Berat
Bicara anak terbatas dan perkembangan motoriknya buruk. Pada
usia prasekolah sudah nyata ada gangguan. Pada usia sekolah mungkin kemampuan
bahasanya berkembang. Jika perkembangan bahasanya buruk, bentuk komunikasi
nonverbal dapat berkembang.
d. Retradasi Mental Sangat Berat
Keterampilan komunikasi dan motoriknya sangat terbatas. Pada
masa dewasa dapat terjadi perkembangan bicara dan mampu menolong diri sendiri
secara sederhana. Tetapi seringkali masih membutuhkan perawatan orang lain.
Terdapat ciri klinis lain yang dapat terjadi sendiri atau menjadi bagian dari
gangguan retradasi mental, yaitu hiperakivitas, toleransi frustasi yang rendah,
agresi, ketidakstabilan efektif, perilaku motorik stereotipik berulang dan
perilaku melukai diri sendiri.
(Hasgurstika(online),
2011)
5.
Pencegahan
dan Penanganan Retardasi Mental
a. Pencegahan
Retardasi Mental
Pencegahan retardasi
mental tergantung pada pemahaman terhadap berbagai penyebabnya. Bidang genetika
medis belum mampu mencegah penyebab genetik yang lebih parah dalam retardasi
mental, namun kemajuan yang menakjubkan dalam ilmu genetika dapat mengubah
situasi ini dalam waktu yang tidak terlalu lama. Bila penyebab retardasi mental
tidak diketahui maka pencegahan tidak mungkin dilakukan, namun penanganan untuk
meningkatkan kemampuan orang yang bersangkutan untuk hidup mandiri dapat
menjadi pilihan. Bila lingkungan miskin menjadi sumber retardasi ringan,
program-program pengayaan, seperti head star, dapat mencegah semakin buruknya
kelemahan yang dialami dan kadang bahkan mengatasi kelemahan yang sudah
terjadi.
b. Penanganan
Retardasi Mental
1) Penanganan
Residensial
Memberikan pelayanan
pendidikan dan pelayanan masyarakat bagi para individu retardasi mental dan
bukan perawatan yang sangat bersifat pengawasan seperti rumah-rumah sakit jiwa
besar.
2) Intervensi
Behavioral berbasis pengkondisian Operan
Head star dapat
membantu mencegah retardasi mental ringan pada anak-anak yang tidak beruntung.
Anak-anak dengan retardasi mental berat biasanya membutuhkan instruksi intensif
agar mampu makan, menggunakan toilet dan berpakaian sendiri. Pendekatan operan
kadang disebut analisis perilaku terapan juga digunakan untuk mengurangi
perilaku yang tidak pada tempatnya dan perilaku mencederai diri sendiri.
3) Intervensi
Kognitif
Latihan instruksional diri
anak-anak tersebut untuk memandu upaya penyelesaian masalah mereka melalui
kata-kata yang diucapkan.
(Gerald
C. Davison, 2006)
E.
Studi
Kasus
1.
Kasus
Bapak Amir dan Ibu Bety masing-masing berusia 35 tahun dan
33 tahun, memiliki 2 orang putri bernama Amira yang berusia 11 tahun dan Meisya
yang berusia 6 tahun. Amira memiliki prestasi yang tinggi di sekolahnya dan
selalu mendapat juara kelas. Sedangkan Meisya mengalami retardasi mental
sehingga ibunya menganggap anaknya tidak perlu masuk sekolah.
Pada saat Meisya berusia 4 tahun, Ibu bety sudah merasakan hal
yang beda dalam diri Meisya. Melihat anak-anak seumuran Meisya begitu aktif,
sedangkan Meisya perkembangannya agak lambat dibandingkan teman seusianya
seperti lambat berbicara, lambat berespon terhadap lingkungan sekitar. Namun
ibunya tidak begitu resah karena tingkah Meisya tidak terlalu mencolok. Jika
ibunya meminta tolong dalam hal sederhana seperti menyuruh mengambil
barang-barang kecil yang dikenalnya, Meisya mau mengambilkannya.
Ibu Bety merasa bahwa Meisya tidak perlu diperiksa ke rumah
sakit karena anaknya mungkin bisa mengejar keterlambatannya. Walaupun Meisya
sering berperilaku hiperaktif, ketidakstabilan afektif bahkan suka berperilaku
agresif, tapi keluarga selalu memberikan kasih sayang kepada Meisya.
Namun akhir-akhir ini perilaku Meisya tidak seperti
biasanya. Jika keinginannya tidak tercapai, misalnya tanpa sepengetahuan orang
tuanya ia ingin mengambil sesuatu di rak lemari yang lebih tinggi darinya, dia
mengacak-acakkan semua isi lemari dan menyerakkan ke lantai karena ia tidak
dapat meraih barang-barang yang diinginkannya. Dan sekarang Meisya lebih sering
meminta untuk bermain di rumah tetangganya, tapi ibunya tidak mengizinkan
karena takut menyusahkan orang lain. Namun Meisya tetap memaksa untuk bermain
dirumah tetangganya, bahkan dia melempar barang-barang yang ada dihadapannya
agar ibunya mengizinkan dia untuk bermain di rumah tetangga. Karena sudah tidak
sanggup lagi menahannya, akhirnya si ibu mengizinkannya.
Melihat keadaan Meisya yang semakin tidak terkendali, maka
orang tuanya memutuskan untuk memeriksa kondisi Meisya ke rumah sakit. Pada
kunjungan pertama Buk Bety terlihat lelah sementara Meisya yang duduk di
sebelahnya sedang bermain dengan bonekanya, dia berbicara sendiri, tersenyum
dan bertingkah seolah-olah boneka itu temannya. Perawat melakukan pengkajian
kepada keluarga dan juga Meisya. Dan berdasarkan data-data yang diperoleh, maka
diagnosa keperawatan yang sesuai untuk keluarga pak Amir yaitu ketidamampuan
keluarga dalam merawat anggota keluarga terutama Meisya (anak kedua bapak Amir)
karena retardasi mental. Dan untuk melakukan intervensi keperawatan terhadap
keluarga pak Amir, maka 2 hari kemudian (setelah melakukan pengkajian) perawat
keluarga melakukan home visit ke rumah pak Amir.
2.
Proses
Keperawatan
a. Pengkajian
Identitas keluarga
Nama Kepala Keluarga :
Bapak Amir
Alamat :
Limpok, Darussalam
Komposisi
keluarga
Nama
|
Gender
|
Hubungan
|
Usia
|
Tempat
Lahir
|
Pekerjaan
|
Pendidikan
|
Amir
|
L
|
Bapak
|
35th
|
A.
Besar
|
Guru
|
Sarjana
|
Bety
|
P
|
Ibu
|
33th
|
A.
Besar
|
IRT
|
SMA
|
Amira
|
P
|
Anak
Perempuan
|
11th
|
A.
Besar
|
Siswi
|
SD
|
Meisya
|
P
|
Anak
Perempuan
|
7th
|
A.
Besar
|
-
|
-
|
Tipe bentuk keluarga: Keluarga inti dengan Bapak, Ibu, Anak 2 orang
Latar belakang budaya: Keluarga ini merupakan keluarga
asli Aceh Besar.
Identifikasi Religius: Terlibat secara aktif di mesjid setempat
dan istrinya juga mengikuti pengajian di mesjid. Bapak Amir selalu shalat
berjamaah. Kepercayaan kepada keluarga dan anak-anaknya ditekankan.
Status Kelas Sosial: Ayah merupakan satu-satunya pencari
nafkah.
Status Ekonomi: Pendapatan mencukupi, jika ada yang
sakit ada simpanan
Aktifitas Rekreasi: Mereka sering nonton, makan &
berkumpul bersama-sama. Kadang mereka saling mengunjungi keluarga besar.
Tahap perkembangan Keluarga saat
ini: Keluarga dalam tahap keluarga
dengan anak usia sekolah, dengan usia 11 dan 7 tahun.
Tugas perkembangan keluarga yang
belum terpenuhi:
Nampaknya keluarga memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dalam perumahan, kamar,
ruang dan privasi serta keamanan. Ibu merasa tertekan dengan perlakuan anaknya
yang retardasi mental dan kesulitan dalam mengendalikan perilaku anaknya, yang
semakin sering berperilaku agresif. Pemeliharaan hubungan-hubungan
orangtua-anak memuaskan.
Riwayat Keluarga: Kedua orangtua hidup dalam
lingkungan yang sama. Kedua orang tua menerima kekurangan anaknya dengan hangat
dan menyayanginya.
Riwayat Keluarga Asal: Dari kedua belak pihak keluarga
tidak ada riwayat retardasi mental.
Karakteristik Rumah: Sebuah rumah berlantai 1 dengan 4
kamar tidur yang dibeli ketika Bapak Amir berumur 25 tahun. Diluar rumah : kondisinya
terawat dengan baik, penerangan diluar bagus. Didalam rumah : di lengkapi
dengan perabot minimal. Diruang tamu ada sebuah televisi berwarna. Orang tua
memiliki kamar tidur sendiri dan bergabung dengan Meisya. Amira memiliki kamar
tidur sendiri. Didapur ada lemari es dan kompor gas dilengkapi dengan lemari.
Bahaya-bahaya keamanan: tidak ada pagar.
Karakteristik Lingkungan dan Komunitas
Yang lebih luas: lingkungan merupakan daerah komplek
perumahan, yang terdiri dari berbagai etnis. Lingkungan ini agak jauh dari
jalan raya. Keluarga menyukai keramah-tamahan dari lingkungan, namun
tetap cemas dengan tingkah laku yang mungkin timbul dari anaknya. Keluarga
menggunakan pasar tradisional dan pusat perbelanjaan yang sangat jauh dari
rumah ( 3,5 km jauhnya) untuk hampir semua kebutuhan-kebutuhan berbelanja.
Mesjid hanya berjarak 300 M dari rumah. Tidak ada transportasi umum yang masuk
ke kompleks perumahan tersebut, tapi Ibu Bety dapat menggunakan kendaraan milikknya
jika pergi melakukan aktifitas sehari-hari.
b. Diagnosa
1) Perubahan dalam proses keluarga pada
keluarga Bapak Amir terutama Ibu Bety berhubungan dengan KMK merawat anggota
keluarga dengan anak retardasi mental.
2) Gangguan penyesuaian diri pada
keluarga Bapak Amir terutama Meisya berhubungan dengan KMK merawat anggota
keluarga dengan anak retardasi mental.
3) Gangguan pertumbuhan &
perkembangan pada keluarga Bapak Amir terutama Ibu Bety berhubungan dengan KMK merawat anggota
keluarga dengan retardasi mental.
c. Analisa
Data
No.
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah Keperawatan
|
1.
|
DS:
Ibu mengatakan Meisya suka
berperilaku agresif, ketidakstabilan afektif dan terkadang hiperaktif.
Ibu mengatakan
saat ini Meisya suka melempar barang yang ada dihadapannya bila
keinginannya tidak dipenuhi.
DO:
Pada kunjungan pertama, perawat
melihat Meisya sedang bermain dengan bonekanya dan dia berbicara sendiri,
tersenyum dan bertingkah seolah-olah boneka itu temannya.
Ibu Bety terlihat lelah
|
Inadekuat
pola koping keluarga
|
Perubahan
dalam proses keluarga
|
2.
|
DS:
Ibu
mengatakan Meisya tidak diperbolehkan bermain di rumah tetangga karena takut
menyusahkan orang lain.
Ibu
mengatakan bila tidak mampu mengambil barang yang diinginkan maka dia akan
menyerakkan barang-barang yang ada di sekitarnya.
|
Ketidakmampuan
mengadakan perubahan pola hidup
|
Gangguan
penyesuaian diri
|
3.
|
DS:
Ibu
mengatakan Meisya lambat berbicara.
Ibu
mengatakan Meisya lambat berespon terhadap lingkungan sekitar.
Ibu mengatakan perkembangan Meisya
lebih lambat daripada anak seusianya.
|
Kurangnya
rangsangan dan lingkungan
|
Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan
|
d. Rencana
Asuhan Keperawatan keluarga
RENCANA ASUHAN
KEPERAWATAN KELUARGA
No.
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Kriteria
Evaluasi
|
Intervensi
|
||
Jangka Panjang
|
Jangka Pendek
|
Kriteria
|
Standar
|
|||
1.
|
Perubahan
dalam proses keluarga pada Ibu Bety dikeluarga Bapak Amir berhubungan dengan KMK dalam merawat
anggota keluarga terutama Meisya (anak kedua bapak Amir) karena retardasi
mental.
|
Selama
4×60 kunjungan, keluarga mampu mengenal cara merawat dan menstimulasi
perkembangan anak dengan retardasi mental pada usia 7 tahun.
|
Selama 1×60 kunjungan keluarga mampu mengenal cara merawat
anak dengan retardasi mental usia 7 tahun.
Dengan cara:
1)
Menyebutkan
definisi retardasi mental
2)
Menyebutkan
klasifikasi anak dengan retardasi mental.
3)
Menyebutkan
apa penyebab retardasi mental
|
Respon
Verbal
|
Retardasi
mental adalah suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensi yang rendah yang
menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi terhadap
tuntutan masyarakat atas kemampuan yang dianggap normal.
Menyebutkan
2 dari 4 klasifikasi anak retardasi mental yaitu:
1)
Retardasi
mental ringan (IQ 50-70).
2)
Retardasi
Mental sedang (IQ 35-40).
3)
Retardasi
Mental Berat (IQ 25-30).
4)
Retardasi
Mental Sangat Berat ( IQ dibawah 20).
Menyebutkan 1 dari 9
penyebab retardasi mental.
1)
Kelainan
kromosom
2)
Pewarisan
faktor genetik yang dominan
3)
Gangguan
metabolic
4)
Gangguan
prenatal
5)
Sifilis
6)
Toksoplasmosis
7)
Diabetes
8)
Penyalahgunaan
alkohol pada ibu (syndrome fetal alcohol)
9)
Penggunaan
beberapa obat (mis: talidomid), toksemia pada kehamilan, eritoblastosis
fetalis, dan malnutrisi pada ibu, dll.
|
1)
Tentukan
pengetahuan akan situasi sekarang.
2)
Kaji
tindakan keluarga sekarang ini dan bagaimana mereka diterima oleh pasien.
3)
Ikutsertakan
keluarga dalam pemberian informasi, pemecahan masalah dan perawatan pasien
sesuai kemungkinan.
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Keluarga
adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran
yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota. Keluarga
berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan, yaitu
untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga
yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan mempengaruhi
status kesehatan keluarga.
Retardasi
mental adalah apabila jelas terdapat fungsi intelegensi yang rendah, yang disertai
adanya kendala dalam penyesuaian perilaku, dan gejalanya timbul pada masa
perkembangan. Ada 2 tipe dari retardasi mental yaitu tipe klinik dan sosio
budaya. Sedangkan klasifikasi retardasi mental terdiri dari Ringan
(50-55 sampai kira-kira 70), Sedang (35-40 sampai 50-55), Berat ( 20-25 sampai
35-40) dan Profunda atau Sangat Berat (di bawah 20-25). Adanya disfungsi otak merupakan
dasar dari retardasi mental. Sehingga ntuk mengetahui adanya retardasi mental
perlu anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
B.
Saran
Insiden
retardasi mental pada seorang anak sulit untuk di kenali, oleh karena itu
keluarga harus lebih peka terhadap perkembangan-perkembangan pada anak apakah
sesuai atau tidak dengan usianya. Dan di sini perawat keluarga sangat berperan
dalam pendidikan untuk meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum, usaha terus menerus dari
profesional bidang kesehatan untuk menjaga dan memperbaharui kebijakan
kesehatan masyarakat, aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan
anak yang optimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Wong,
Donna L.2003. Keperawatan Pediatrik.
Jakarta: EGC.
Potter
& Perry. 2005. Fundamental
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Davison.
C. Gerald, dkk. 2006. Psikologi Abnormal.
PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Effendy, Nasrul. 1998. Dasar-dasar Keperawatan kesehatan Masyarakat.
EGC: Jakarta.
Friedman, M. Maryliin.1998. Keperatan Keluarga Teori dan Praktek.
EGC: Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar