BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN ASMA BRONCHIAL
A.
Pengertian
Asma
bronchial adalah penyempitan bronkus yang bersifat reversible yang terjadi oleh
karena bronkus yang hiperaktif mengalami kontaminasi dengan antigen (Rab,1996).
Asma
bronchial adalah penyakit sistem pernapasan di mana saluran pernapasan di
paru-paru menjadi terlalu aktif dan terlalu responsif. Terlalu aktif artinya
lebih sensitif dan karena meningkatnya sensitivitas ini paru-paru jadi meradang
ketika terkena beberapa zat yang mengganggu seperti udara dingin, asap, serbuk
sari bunga dan lain-lain. Meradang artinya berwarna merah dan bengkak.
Paru-paru disebut “terlalu responsif” jika paru-paru bereaksi berlebihan
terhadap beberapa pemicu iritasi dengan menyempitkan saluran pernapasan dan
mengisinya dengan lendir, cairan lengket yang diproduksi oleh dinding bagian
dalam pada saluran pernapasan. Ketika saluran mengetat dan dipenuhi dengan
lendir, saluran pernapasan menjadi sempit dan mengganggu pergerakan udara ke dalam
dan keluar paru-paru. Ketika hal ini terjadi, orang mengalami kesulitan
bernapas (Ramaiah,2006).
B.
Jenis-jenis asma bronchial
Brunner
& Suddarth (2002) mengatakan berdasarkan
penyebabnya, asma bronchial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe yaitu :
1.
Asma
alergik
Ditandai dengan
reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen-alergen yang dikenal, seperti
serbuk sari, bulu binatang,amarah,makanan dan jamur. Pasien dengan asma alergik
biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat medis masa lalu
ekzema atau rhinitis alergik. Oleh karena itu jika terjadi pemajanan terhadap
alergan mencetuskan serangan asma.
2.
Asma
idiopatik atau non alergik
Ditandai dengan
adanya reaksi non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik.
Faktor-faktor, seperti, common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan,
emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan. Beberapa agen
farmakologi , seperti aspirin dan agens anti inflamasi nonsteroid lain, pewarna
rambut, antagonis beta-adregenik, dan agens sulfit(pengawet makanan), juga
mungkin menjadi factor. Serangan asma idiopatik atau non alergik menjadi lebih
berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi
bronchitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3.
Asma
gabungan
Adalah bentuk
asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
maupun bentuk idiopatik atau non alergik.
C.
Etiologi
Tanjung (2003) mengatakan ada beberapa
hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma
bronchial yaitu :
1. Faktor
predisposisi
a.
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya,
meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita
dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena
penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor
presipitasi
a. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1)
Inhalan, yang masuk
melalui saluran pernapasan
Contoh : Debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora
jamur, bakteri dan polusi
2)
Ingestan, yang masuk
melalui mulut
Contoh : Makanan dan obat-obatan
3)
Kontaktan, yang masuk
melalui kontak dengan kulit
Contoh : Perhiasan, logam dan jam tangan
b. Perubahan
cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan
musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
c. Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus
serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan
masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya
belum bisa diobati.
d. Lingkungan
kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang
bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu
lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e. Olah
raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan
jika melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling
mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi
segera setelah selesai aktifitas tersebut.
D.
Patofisiologi
Patofisiologi
asma melibatkan suatu hiperresponsivitas reaksi peradangan. Pada respons alergi
di saluran napas, antibody IgE berikatan dengan alergen dan menyebabkan
degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin
menyebabkan kontriksi otot polos bronkiolus. Apabila respons histaminnya
berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang
pembentukan mukus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, maka juga akan
terjadi kongesti dan pembengkakan ruang interstisium paru (Corwin,2001).
Individu
yang mengalami asma mungkin memiliki respons IgE yang sensitif berlebihan
terhadap suatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami
degranulasi. Dimanapun letak hipersensitivitas respons peradangan tersebut,
hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi
aliran udara. Apakah kejadian pencetus dari suatu serangan asma adalah infeksi
virus, debu atau iritan alergi, reaksi peradangan hipersensitif dapat
mencetuskan suatu serangan. Olahraga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan
karena terjadi aliran udara keluar masuk paru dalam jumlah besar dan cepat.
Udara ini belum mendapat pelembaban (humidifikasi), penghangatan atau
pembersihan dari partikel-partikel debu secara adekuat sehingga dapat
mencetuskan serangan asma (Corwin,2001).
E.
Manifestasi /gejala klinik
Asma
adalah menjadi sindrom klinis yang dikarakteristikkan oleh batuk, mengi dan
sesak napas serta sesak dada yang ditimbulkan oleh alergen, infeksi atau
stimulus lain. Stimulus ini mencakup obat, latihan (khususnya pada iklim kering
dan dingin), stress emosi, refluks gastroesofagus pada mikroaspirasi, merokok
pasif dan aktif, pemajanan tempat kerja pada bahan kimia dan polusi udara
(Tambayong,2000)
Tanda dan gejala serangan asmatik
sangat berhubungan dengan status jalan napas. Yang pasti tentang manifestasi
asma adalah jenisnya dan tidak dapat diduga. Gejala asma mengacu pada triad :
dispnea, batuk dan ronki kering (mengi). Ronki kering dapat pula terdapat pada
keadaan-keadaan lain seperti aspirasi benda asing, tumor, emboli paru, infeksi,
gagal jantung kiri (Tambayong,2000)
Manifestasi
klinis dan patofisiologi dasar asma (Tambayong, 2000)
|
Gejala
Dispnea, ortopnea,
batuk, mengi, sesak dada, peningkatan nadi paradoksik, penurunan bising
napas, hiperesonans, hipoksia
Takikardia,
pernapasan sulit, lapar udara, retraksi interkostal
Sputum kental dan
lengket, turgor kulit buruk, tanda lain dari dehidrasi
Sputum kental hijau
atau kuning
Spasme bronkus,
eosinofilia, bila ada alergi
Ketakutan/ panik
|
Patofisiologi
Spasme bronkiolus,
jebakan udara, pendataran diafragmatik
Peningkatan kerja
pernapasan, keletihan, peningkatan konsumsi oksigen
Peningkatan produksi
sputum, dehidrasi, demam yang dihubungkan dengan infeksi
Infeksi
Inflamasi
Ansietas
|
F.
Pemeriksaan Diagnostik
Rab
(1996) mengatakan pemeriksaan diagnostik pada penderita asma bronchial adalah :
1.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :
1)
Kristal-kristal Charcot Leyden
yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
2)
Terdapatnya spiral Curschmann,
yakni yang merupakan cast cell (sel
cetakan) dari cabang bronkus.
3)
Terdapatnya creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4)
Netrofil dan eosinopil yang
terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan
kadang terdapat mukus plug.
b. Pemeriksaan darah
1)
Analisa gas darah pada umumnya
normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2)
Kadang pada darah terdapat
peningkatan dari serum glutamic
oxaloacetic transaminase (SGOT) dan Lactate
dehydrogenase (LDH).
3)
Hiponatremia dan kadar leukosit
kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
4)
Pada pemeriksaan faktor-faktor
alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu
bebas dari serangan.
2.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada
waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen
yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat
adalah sebagai berikut:
1)
Bila disertai dengan bronkitis,
maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
2)
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD),
maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
3)
Bila terdapat komplikasi pneumonia,
maka terdapat gambaran infiltrat pada paru
4)
Dapat pula menimbulkan gambaran
atelektasis lokal.
5)
Bila terjadi pneumonia
mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk
gambaran radiolusen pada paru-paru.
b. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai
alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan
menggunakan tes tempel.
c. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan
dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi
pada empisema paru yaitu :
1)
Perubahan aksis jantung, yakni
pada umumnya terjadi right axis deviasi
dan clockwise rotation.
2)
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi
otot jantung, yakni terdapatnya RBBB (Right bundle branch block).
3)
Tanda-tanda hipoksemia, yakni
terdapatnya sinus takikardia, atau terjadinya depresi segmen ST relatif.
d. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible,
cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan
sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan
adrenergik. Peningkatan volume ekspirasi paksa 1 detik (FEV1) atau
kapasitas residu fungsional (FVC) sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis
asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri
tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai
berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
G.
Penatalaksanaan Medis
Prinsip umum pengobatan asma
bronchial menurut Tanjung (2003) :
1. Menghilangkan
obstruksi jalan nafas dengan segera.
2. Mengenal
dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan
penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya
maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan
yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnya.
Pengobatan pada asma bronkhial
terbagi 2, yaitu:
1.
Pengobatan
non farmakologik:
1. Memberikan
penyuluhan
2. Menghindari
faktor pencetus
3. Pemberian
cairan
4. Fisioterapi
5. Beri
O2 bila perlu.
2.
Pengobatan
farmakologik :
a. Bronkodilator
: obat yang melebarkan saluran nafas.Terbagi dalam 2 golongan :
1)
Simpatomimetik/
andrenergik (Adrenalin dan efedrin)
Nama obat :
a) Orsiprenalin
(Alupent)
b) Fenoterol
(berotec)
c) Terbutalin
(bricasma)
Obat-obat
golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan
semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang
berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler)
atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh
alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk
selanjutnya dihirup.
2)
Santin
(teofilin)
Nama obat :
a) Aminofilin
(Amicam supp)
b) Aminofilin
(Euphilin Retard)
c) Teofilin
(Amilex)
Efek dari
teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya
berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara
pemakaian : Bentuk suntikan teofillin /
aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan
langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau
sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang
mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin
ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam
anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat
minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
3)
Kromalin
Kromalin bukan
bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah
untuk penderita asma alergi terutama anakanak. Kromalin biasanya diberikan
bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah
pemakaian satu bulan.
4)
Ketolifen
Mempunyai efek
pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini
adalah dapat diberika secara oral.
H.
Proses Keperawatan pada Klien Asma Bronchial
Doenges
(2000) mengatakan bahwa proses keperawatan pada klien asma bronchial adalah :
1.
Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai
berikut:
a.
Riwayat
kesehatan yang lalu:
1)
Kaji
riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
2)
Kaji
riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
3)
Kaji
riwayat pekerjaan pasien.
b.
Aktivitas
1)
Ketidakmampuan
melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
2)
Adanya
penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas
sehari-hari.
3)
Tidur
dalam posisi duduk tinggi.
c.
Pernapasan
1)
Dipsnea
pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
2)
Napas
memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
3)
Menggunakan
obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
4)
Adanya
bunyi napas mengi.
5)
Adanya
batuk berulang.
d.
Sirkulasi
1)
Adanya
peningkatan tekanan darah.
2)
Adanya
peningkatan frekuensi jantung.
3)
Warna
kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
4)
Kemerahan
atau berkeringat.
e.
Integritas
ego
1)
Ansietas
2)
Ketakutan
3)
Peka
rangsangan
4)
Gelisah
f.
Asupan
nutrisi
1)
Ketidakmampuan
untuk makan karena distress pernapasan.
2)
Penurunan
berat badan karena anoreksia.
g.
Hubungan
sosal
1)
Keterbatasan
mobilitas fisik.
2)
Susah
bicara atau bicara terbata-bata.
3)
Adanya
ketergantungan pada orang lain.
h.
Seksualitas
a.
Penurunan
libido
2.
Diagnosa
dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Tidak efektif bersihan jalan
nafas berhubungan dengan
bronkospasme.
Hasil yang diharapkan:
a.
Mempertahankan
jalan nafas paten dengan bunyi bersih dan jelas.
b.
Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan
jalan napas misal batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex:
mengi
2. Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi
/ekspirasi.
3. Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress
pernafasan, penggunaan obat bantu.
4. Tempatkan posisi yang nyaman pada
pasien,contoh:meninggikan kepala tempat tidur, duduk pada sandara tempat
tidur
5. Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu,
asap dan lain-lain.
6. Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari
sesuai toleransi jantung memberikan air hangat.
Kolaborasi
7. Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator.
|
1. Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan nafas dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya nafas
advertisius.
2. Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan
pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut.
3. Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung
pada tahap proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit.
4. Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi
pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
5. Pencetus tipe alergi pernafasan dapat mentriger episode
akut.
6. Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret,
penggunaan cairan hangat dapat menurunkan kekentalan sekret, penggunaan
cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
7. Merelaksasikan otot halus dan menurunkan spasme jalan
nafas, mengi, dan produksi
|
Diagnosa 2: Malnutrisi berhubungan dengan
anoreksia
Hasil yang diharapkan :
a.
Menunjukkan
peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
b.
Menunjukkan
perilaku/perubahan pola hidup untuk meningkatkan atau mempertahankan berat yang
tepat.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat
derajat kesulitan makan.
2. Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan
wadah khusus untuk sekali pakai.
Kolaborasi
3. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi
|
1. Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena
dipsnea.
2. Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapat
menyebabkan mual / muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
3. Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk makan,
meningkatkan masukan.
|
Diagnosa 3 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
gangguan suplai oksigen (spasme bronkus)
Hasil yang diharapkan :
a.
Perbaikan
ventilasi dan oksigen jaringan edukuat.
b.
Berpartisipasi
dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/situasi
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
1. Kaji/awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.
2. Palpasi fremitus
3. Awasi tanda vital dan irama jantung
Kolaborasi
4. Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil
Analisis Gas Darah Arteri (AGDA) dan
toleransi pasien
|
1. Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan
sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
2. Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumpalan
cairan/udara.
3. Takikardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat
menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
4. Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia
|
Diagnosa 4: Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
tidak adekuat imunitas.
Hasil yang diharapkan :
a.
Mengidentifikasikan
intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
b.
Perubahan
pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
1. Awasi suhu.
2. Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat
Kolaborasi
3. Dapatkan spesimen sputum dengan batuk atau pengisapan
untuk pewarnaan gram,kultur/sensitifitas.
|
1. Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.
2. Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan
menurunkan tahanan terhadap infeksi
3. Untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan
kerentanan terhadap berbagai anti microbial
|
Diagnosa 5: Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang
informasi/ tidak mengenal sumber informasi
Hasil yang diharapkan :
a.
Menyatakan
pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
b.
Melakukan
perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1. Jelaskan tentang penyakit individu
2. Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi
yang tidak diinginkan.
3. Tunjukkan tehnik penggunaan inhaler
|
1. Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan
partisipasi pada rencana pengobatan.
2. Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek
samping mengganggu dan merugikan.
3. Pemberian obat yang tepat meningkatkan keefektifannya.
|
2.2.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PNEUMONIA
A.
Pengertian Pneumonia
Pneumonia
adalah inflamasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian alveoli
dengan cairan. Penyebabnya termasuk berbagai agen infeksi, iritan kimia dan terapi
radiasi (Doenges,2000).
Pneumonia
adalah proses inflamasi parenkim paru yang terdapat konsolidasi dan terjadi
pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur dan benda asing. Pneumonia dikelompokkan berdasarkan agen
penyebabnya. Pneumonia juga mungkin disebabkan oleh terapi radiasi, bahan kimia
dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapat menyertai terapi radiasi untuk kanker
payudara atau paru, biasanya terjadi 6 minggu atau lebih setelah pengobatan
selesai. Pneumonia kimiawi adalah pneumonia yang terjadi setelah menghirup
kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi (Muttaqin, 2009).
Pneumonia
adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantung-kantung kemampuan
menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak
bisa bekerja. Gara-gara inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh,
penderita pneumonia bis meninggal. Sebenarnya pneumonia bukan penyakit tunggal.
Penyebabnya bisa bermacam-macam dan diketahui ada banyak sumber infeksi, dengan
sumber utama bakteri, virus, mikroplasma, jamur, berbagai senyawa kimia maupun
partikel (Misnadiarly,2008)
B.
Klasifikasi Pneumonia
Reeves (2001) mengatakan terdapat
beberapa klasifikasi pneumonia yaitu :
1.
Community-acquired
pneumonia
Dimulai dengan penyakit
pernapasan umum dan bisa berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia streptococcal
merupakan organisme penyebab umum. Tipe pneumonia ini biasanya menimpa kalangan
anak-anak atau kalangan orang tua.
2.
Hospital-acquired
pneumonia
Dikenal sebagai pneumonia
nasokomial. Organisme seperti aeruginosa
pseudomonas, klepsiellaa, atau aureus
staphylococcus merupakan bakteri umum penyebab hospital/ acquired
pneumonia.
3.
Lobar
dan bronchopneumonia
Dikategorikan
berdasarkan lokasi anatomi infeksi. Sekarang ini, pneumonia diklasifikasikan
menurut organisme, bukan hanya menurut lokasi anatominya saja.
4.
Pneumonia
viral, bacterial dan fungal
Dikategorikan
berdasarkan pada agen penyebabnya. Kultur sputum dan sensitifitas dilakukan
untuk mengidentifikasi organisme perusak.
C.
Etiologi
Etiologi pneumonia Menurut Reeves
(2001) :
1.
Pneumonia
bacterial
Pneumonia dipicu oleh
bakteri , diantara semua jenis pneumonia, kejadian pneumonia bakteri hanya
kurang dari setengahnya dan biasanya diderita di kalangan orang tua. Organisme
gram/positif yang menyebabkan pneumonia bakteri adalah streptococcus pneumonia, streptococcus
aureus, dan streptococcus pyogenes,.
Insiden penyakit pneumonia ini paling tinggi terjadi di musim dingin, dan
biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran pernapasan atas. Penyakit
pneumonia bakteri ini mempunyai prevalensi dan angka kematian di rumah sakit
mencapai kira-kira 15-20%. Pada pasien dengan usia di atas 70 tahun, angka
kematiannya mencapai 50-70%.
2.
Pneumonia
Virus
Pneumonia virus
merupakan tipe pneumonia paling umum ini disebabkan oleh virus influenza yang
menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal
sebagai penyebab utama pneumonia virus. Bagi pasien penderita gangguan sistem
imun, maka penyakit ini menyebabkan rata-rata kematian yang tinggi.
3.
Pneumonia
Fungal
Infeksi yang disebabkan
jamur seperti Histoplasmosis, menyebar melalui penghirupan udara yang
mengandung spora, dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah serta
kompos. Untuk kalangan wanita hamil, histoplasma harus dicegah karena jamur
bias merusak fetus yang sedang tumbuh berkembang. Coccidiomikosis umumnya lebih
dikenal dengan demam lembah, juga menyebar melalui spora yang dihirup yang
berasal dari tanah yang terkontaminasi.
4.
Pneumocystis
carinii pneumonia (PCP)
Organisme penyebabnya
yang telah diidentifikasi, yakni protozoa dan jamur. Penyakit ini menjangkiti
pasien yang menderita gangguan sisten imun seperti pegidap AIDS. PCP merupakan
salah satu penyakit infeksi dengan penyebarannya mendunia dan menjadi salah
satu yang paling dikhawatirkan di kalangan pasien penderita AIDS. Studi
morfologi baru-baru ini mengenai organisme di atars menunjukkan bahwa penyakit
ini lebih disebabkan oleh jamur.
D. Patofisiologi
Patofisiologi pneumonia menurut
Brashers (2003) :
1. Aspirasi
mikroorganisme yang mengkolonisasi sekresi orofaring merupakan rute infeksi
yang paling sering. Rute inokulasi lain meliputi inhalasi, penyebaran infeksi
melalui darah (hematogen) dari area infeksi yang jauh, dan penyebaran langsung
dari tempat penularan infeksi.
2. Jalan
napas atas merupakan garis pertahanan pertama infeksi, tetapi pembersihan
mikroorganisme oleh air liur, ekspulsi mukosiliar dan sekresi IgA dapat
terhambat oleh berbagai penyakit, penurunan imun, merokok dan intubasi
endotrakeal.
3. Pertahanan
jalan napas bawah meliputi batuk, reflex muntah, ekspulsi mukosiliar,
surfaktan, fagositosis makrofag dan polimorformonukleosit (PMN), dan imunitas
selular dan humoral. Pertahanan ini dapat dihambat oleh penurunan kesadaran,
merokok, produksi mucus yang abnormal (misal : kistik fibrosis atau bronchitis
kronis), penurunan imun, intubasi dan tirah baring berkepanjangan.
4. Makrofag
alveolar merupakan pertahanan primer terhadap invasi saluran pernapasan bawah
dan setiap hari membersihkan jalan napas dari mikroorganisme yang teraspirasi
tanpa menyebabkan inflamasi yang bermakna.
5. Bila
jumlah atau virulensi mikroorganisme terlalu besar, maka makrofag akan merekrut
PMN dan memulai rangkaian inflamasi dengan pelepasan berbagai sitokin termasuk
leukotrien, factor nekrosis tumor (TNF), interleukin, radikal oksigen dan
protease.
6. Inflamasi
tersebut menyebabkan pengisian alveolus mengalami ketidakcocokan ventilasi/
perfusi dan hipoksemia. Terjadi apoptosis sel-sel paru yang meluas, ini
membantu membasmi mikroorganisme intrasel seperti tuberculosis atau klamidia,
tetapi juga turut andil dalam proses patologis kerusakan paru.
7. Infeksi
dan inflamasi dapat tetap terlokalisir di paru atau dapat menyebabkan
bakterimia yang mengakibatkan meningitis atau endokarditis, sindrom respons
inflamasi sistemik (systemic inflammatory
response syndrome, SIRS) dan/atau sepsis.
8. Faktor
virulensi dari berbagai mikroorganisme dapat mempengaruhi patofisiologi dan
perjalanan klinis penyakit. Streptococcus
pneumonia (pneumococcus) merupakan contoh yang sangat tepat (Gambar 1).
Mikroorganisme
terhirup atau tersebar melalui darah dari sumber yang lain
¯
Polisakarida
kapsular melindungi mikroorganisme dari PMN dan menghilangkan inflamasi samapai
sistem imun teraktivasi
¯
Antibodi
memajankan dinding sel yang ada di bawahnya; leukosit direkrut ke paru
¯
Sitokin diproduksi, permeabilitas epitel
alveolus meningkat dan teichoic acid
dari mikroorganisme memulai rangkaian pro-koagulan
¯
Saat
mikroorganisme dihancurkan, komponen dinding sel akan dilepaskan, dan lepaslah
pneumolysin yang bersifat sitotoksik bagi sel paru
¯
Perubahan
patologi paru yang besar meliputi pembendungan (eksudasi cairan ke dalam
alveolus), hepatisasi merah (kebocoran eritrosit ke dalam alveolus) dan
hepatisasi abu (migrasi leukosit ke dalam alveolus)
¯
Respons
inflamasi intensif menyebabkan “krisis”
klinis dan pada akhirnya menurunkan demam
Fibrinasi
dengan resolusi
|
¯
Gambar 1 :
patofisiologi pneumonia pneumokokus
E.
Manifestasi Klinis
Menurut
Corwin (2001), gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia,
tetapi terutama mencolok pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri.
Gejala-gejala mencakup :
1. Demam
dan menggigil akibat proses peradangan.
2. Batuk
yang sering produktif dan purulen.
3. Sputum
berwarna merah karat (untuk Streptococcus
pneumoniae), merah muda (untuk Staphylococcus
aureus) atau kehijauan dengan bau khas (untuk Pseudomonas aeruginosa).
4. Krekel
(bunyi paru tambahan)
5. Rasa
lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
6. Nyeri
pleura akibat peradangan dan edema.
7. Biasanya
sering terjadi respons subyektif dispnu. Dispnu adalah perasaan sesak atau
kesulitan bernapas, yang dapat disebabkan oleh penurunan pertukaran gas.
8. Mungkin
timbul tanda-tanda sianosis.
9. Ventilasi
mungkin berkurang akibat penimbunan mukus, yang dapat menyebabkan atelektasis
absorpsi.
10. Hemoptisis,
batuk darah dapat terjadi akibat cedera toksin langsung pada kapiler, atau
akibat reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan kapiler.
Mubin
(2006) mengatakan tanda-tanda penting pneumonia meliputi takikardia, pernapasan
cepat/analasi, herpes labialis, bunyi krepitasi, bunyi gesekan pleura, bunyi
pernapasan bronchial dan whispering
pectoriloquy, vocal fremitus mengeras pada sisi sakit dan pekak relative
pada sisi sakit.
F.
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Sinar-X
:
Mengidentifikasi
distribusi struktural (misal : lobar,bronchial) ; dapat juga menyatakan abses
luas/infiltrat,empiema (stapilococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi
(bakterial) ;atau penyebaran/perluasan infiltrat nodul (lebih sering virus).
Pada pneumonia mikoplasma,sinar x dada mungkin bersih.
2.
Gas
Darah Analisis (GDA) / nadi oksimetri
Tidak normal mungkin
terjadi,tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
3.
Pemeriksaan
gram / kultur sputum dan darah
Darah diambil dengan
biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopi fiberoptik atau biopsi
permukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Lebih dari 1 tipe organism
ada; bakteri yang umum meliputi Diplococcus
pneumonia, Stapilococcus aureus,
A-hemolitik streptococcus, Haemophilus
influenza; CMV (Cytomegalo virus).
Catatan : kultur sputum
dapat tak mengidentifikasi semua organisme yang ada. Kultur darah dapat
menunjukkan bakteremia sementara.
4.
Pemeriksaan
serologi
Misal titer virus atau Legionella, agglutinin dingin : membantu
dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
5. LED (Laju Endap Darah)
: meningkat
6.
Pemeriksaan
fungsi paru
Volume mungkin menurun
(kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan napas mungkin meningkat dan
komplain menurun. Mungkin terjadi perembesan (hipoksemia).
7.
Elektrolit
Natrium dan klorida
mungkin rendah
8.
Bilirubin
Mungkin meningkat
9.
Aspirasi
Perkutan/biopsi
jaringan paru terbuka; dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan
sitoplasmik (CMV); karakteristik sel raksasa (rubeolla).
G.Penatalaksanaan
Medis
Menurut
Asta Qauliyah (2010), dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan
keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat
dirawat dirumah.
Penderita yang tidak dirawat di RS :
1. Istirahat ditempat tidur, bila panas
tinggi di kompres
2. Minum banyak
3. Obat-obat penurunan panas,
mukolitik, ekspektoran
4. Antibiotika
Penderita yang dirawat di Rumah Sakit : penanganannya di bagi 2 yaitu :
1.
Penatalaksanaan Umum
a. Pemberian Oksigen
b. Pemasangan infuse untuk rehidrasi
dan koreksi elektrolit
c. Mukolitik dan ekspektoran, bila
perlu dilakukan pembersihan jalan nafas
d. Obat penurunan panas hanya diberikan
bila suhu > 4000C, takikardia atau kelainan jantung.
e. Bila nyeri pleura hebat dapat
diberikan obat anti nyeri.
2.
Pengobatan
Kausal
Dalam pemberian antibiotika pada
penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan Mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya,
akan tetapi beberapa hal perlu diperhatikan :
a. Penyakit yang disertai panas tinggi
untuk penyelamatan nyawa dipertimbangkan pemberian antibiotika walaupun kuman
belum dapat diisolasi.
b. Kuman patogen yang berhasil diisolasi
belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh karena itu diputuskan pemberian
antibiotika secara empirik. Pewarnaan gram sebaiknya dilakukan.
c. Perlu diketahui riwayat antibiotika
sebelumnya pada penderita.
Menurut
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2003), pemberian antibiotik pada penderita
pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya,
karena beberapa alasan yaitu :
1.
Penyakit
yang berat dapat mengancam jiwa
2.
Bakteri
patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab pneumonia.
3.
Hasil
pembiakan bakteri memerlukan waktu.
Maka
pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara umum
pemilihan antibiotik berdasarkan bakteri penyebab pneumonia dapat dilihat
sebagai berikut :
1.
Penisilin
sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)
a.
Golongan
Penisilin
b.
TMP-SMZ
c.
Makrolid
2.
Penisilin
resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)
a.
Betalaktam
oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)
b.
Sefotaksim,
Seftriakson dosis tinggi
c.
Marolid
baru dosis tinggi
d.
Fluorokuinolon
respirasi
3.
Pseudomonas
aeruginosa
a.
Aminoglikosid
b.
Seftazidim,
Sefoperason, Sefepim
c.
Tikarsilin,
Piperasilin
d.
Karbapenem
: Meropenem, Imipenem
e.
Siprofloksasin,
Levofloksasin
4.
Methicillin
resistent Staphylococcus aureus (MRSA)
a.
Vankomisin
b.
Teikoplanin
c.
Linezolid
5.
Hemophilus
influenzae
a.
TMP-SMZ
b.
Azitromisin
c.
Sefalosporin
gen. 2 atau 3
d.
Fluorokuinolon
respirasi
6.
Legionella
a.
Makrolid
b.
Fluorokuinolon
c.
Rifampisin
7.
Mycoplasma
pneumoniae
a.
Doksisiklin
b.
Makrolid
c.
Fluorokuinolon
8.
Chlamydia
pneumoniae
a.
Doksisikin
b.
Makrolid
c.
Fluorokuinolon
H.
Proses Keperawatan pada Klien Pneumonia
Doenges (2000) mengatakan bahwa
proses keperawatan pada klien pneumonia adalah :
1.
Pengkajian
a.
Aktivitas/
Istirahat
1) Kelemahan,
kelelahan
2) Insomnia
b.
Sirkulasi
1) Riwayat
adanya gagal jantung kronis
2) Takikardia
c.
Integritas
Ego
1) Banyaknya
stressor
2) Masalah
finansial
d.
Makanan/
cairan
1) Kehilangan
nafsu makan
2) Mual/
muntah
3) Riwayat
diabetes melitus
e.
Neurosensori
1) Sakit
kepala daerah frontal (influenza)
f.
Kenyamanan
1) Sakit
kepala
2) Nyeri
dada (pleuritik), meningkat oleh batuk : nyeri dada substernal (influenza)
3) Mialgia,
artralgia
g.
Pernapasan
1) Riwayat
adanya infeksi saluran kemih (ISK) kronis, penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) dan merokok.
2) Takipnea,
dipsnea progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran
nasal.
h.
Keamanan
1) Riwayat
gangguan sistem imun, misal AIDS.
2) Penggunaan
steroid atau kemoterapi
3) Institusionalisasi,
ketidakmampuan umum
4) Demam
(misal : 38,5-39,60C)
i.
Penyuluhan
1) Riwayat
mengalami pembedahan
2) Penggunaan
alkohol kronis
2.
Diagnosa
dan intervensi keperawatan
Diagnosa
1 : Tidak efektif bersihan jalan napas
berhubungan dengan peningkatan produksi sputum.
Hasil
yang diharapkan :
a. Mengidentifikasi
/ menunjukkan perilaku mencapai bersihan jalan napas.
b. Menunjukkan
jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tidak ada dispnea, sianosis.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
1. Kaji
frekuensi / kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
2. Auskultasi
area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan bunyi napas
adventisius.
3. Bantu
pasien latihan napas sering.
4. Penghisapan
sesuai indikasi.
5. Berikan
cairan sedikitnya 2500/ hari (kecuali kontraindikasi).
Kolaborasi
6. Bantu
mengawasi efek pengobatan nebulizer dan fisioterapi.
7. Berikan
obat sesuai indikasi.
8. Berikan
cairan tambahan misal IV,oksigen humidifikasi dan ruangan humidifikasi.
9. Awasi
seri sinar-X dada, gas darah analisis (GDA) dan nadi oksimetri.
|
1. Takipnea,pernapasan
dangkal dan gerakan dada tidak simetris sering terjadi karena ketidaknyamanan
gerakan dinding dada atau cairan paru.
2. Penurunan
aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
3. Napas
dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas lebih kecil
4. Merangsang
batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tak mampu
melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran.
5. Cairan
(khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
6. Memudahkan
pengenceran dan pembuangan sekret.
7. Alat
untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi secret.
8. Cairan
diperlukan untuk menggantikan kehilangan (termasuk yang tak tampak) dan
memobilisasikan sekret.
9. Mengevaluasi
kemajuan dan efek proses penyakit dan memudahkan pilihan terapi yang
diperlukan.
|
Diagnosa
2 : Kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan membrane alveolar-kapiler (efek inflamasi)
Hasil
yang diharapkan :
a. Menunjukkan
perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan gas darah analisis (GDA)
dalam rentang normal dan tak ada gejala distress pernapasan.
b. Berpartisipasi
pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi.
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
1.
Kaji frekuensi,
kedalaman dan kemudahan bernapas.
2.
Observasi warna
kulit, membrane mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis perifer (kuku) atau
sianosis sentral (sirkumoral).
3.
Kaji status mental.
4.
Awasi frekuensi
jantung/ irama.
5.
Awasi suhu tubuh
sesuai indikasi.
6.
Pertahankan istirahat
tidur.
7.
Tinggikan kepala dan
dorong sering mengubah posisi, napas dalam dan batuk efektif.
8.
Kaji tingkat
ansietas.
9.
Observasi
penyimpangan kondisi, catat hipotensi, banyaknya jumlah sputum merah muda/
berdarah, pucat, sianosis, perubahan tingkat kesadaran, dispnea berat,
kegelisahan.
10. Siapkan
untuk pemindahan ke unit perawatan kritis bila diindikasikan.
Kolaborasi
11. Berikan
terapi oksigen dengan benar.
12. Awasi
gas darah analisis (GDA), nadi oksimetri
|
1.
Manifestasi distres pernapasan
tergantung pada indikasi derajat keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2.
Sianosis kuku
menunjukkan vasokontriksi atau respons tubuj terhadap demam/ menggigil.
3.
Gelisah, mudah
terangsang, bingung dan somnolen dapat menunjukkan hipoksemia/ penurunan oksigen serebral.
4.
Takikardia biasanya
ada sebagai akibat demam / dehidrasi tetapi dapat sebagai respons terhadap
hipoksemia.
5.
Demam tinggi (umumnya
pada pneumonia bacterial dan influenza) sangat meningkatkan kebutuhan
metabolik dan kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.
6.
Mencegah terlalu
lelah dan menurunkan kebutuhan oksigen.
7.
Tindakan ini
meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk
memperbaiki ventilasi.
8.
Ansietas adalah
manifestasi masalah psikologi sesuai dengan respon fisiologi terhadap
hipoksia.
9.
Syok dan edema paru
adalah penyebab umum kematian pada pneumonia dan membutuhkan intervensi medik
segera.
10. Intubasi
dan ventilasi mekanik mungkin diperlukan pada kejadian kegagalan pernapasan.
11. Tujuan
terapi oksigen adalah mempertahankanPaO2 di atas 60 mm Hg.
12. Mengevaluasi
proses penyakit dan memudahkan terapi paru.
|
Diagnosa
3 : Resiko tinggi terhadap infeksi
berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan utama(penurunan kerja silia,
perlengketan sekret pernapasan)
Hasil
yang diharapkan :
a. Mencapai
waktu perbaikan infeksi berulang tanpa komplikasi
b. Mengidentifikasi
intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
1. Pantau
tanda vital dengan adekuat, khususnya selama awal terapi
2. Anjurkan
pasien memperhatikan pengeluaran sekret, melaporkan perubahan warna jumlah
dan bau sekret.
3. Tunjukkan/dorong
teknik mencuci tangan yang baik
4. Ubah
posisi baru dengan sering dan berikan pembuangan paru yang baik
5. Batasi
pengunjung sesuai indikasi
6. Lakukan
isolasi pencegahan sesuai individual
7. Dorong
keseimbangan istirahat adekuat dengan aktivitas sedang
8. Awasi keefektifan terapi antimikrobal
Kolaborasi
9. Berikan
antimikrobal sesuai indikasi dengan hasil kultur sputum/ darah.
|
1. Selama
periode waktu ini, potensial komplikasi fatal (hipotensi/syok) dapat terjadi
2. Meskipun
pasien dapat menemukan pengeluaran dan upaya membatasi atau menghindarinya,
penting bahwa sputum harus dikeluarkan dengan cara aman
3. Efektif
berarti menurunkan penyebaran/tambahan infeksi
4. Meningkatkan
pengeluaran,pembersihan infeksi
5. Menurunkan
pemajanan terhadap patogen infeksi lain
6. Mencegah
penyebaran/ melindungi pasien dari proses infeksi lain
7. Memudahkan
proses penyembuhan dan meningkatkan tahanan alamiah
8. Tanda
perbaikan kondisi haus terjadi dalam 24-48 jam
9. Membunuh
kebanyakan mikrobial pneumonia
|
Diagnosa
4 : Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Hasil
yang diharapkan :
a. Melaporkan/menunjukkan
peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan tidak adanya
dispnea, kelemahan berlebihan dan tanda vital dalam rentang normal
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
1. Evaluasi
respons pasien terhadap aktivitas
2. Berikan
lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi
3. Jelaskan
pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan
aktivitas dan istirahat
4. Bantu
pasien memilih lokasi nyaman untuk istirahat atau tidur
5. Bantu
aktivitas perawatan diri yang diperlukan
|
1. Menetapkan
kemampuan / kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi
2. Menurunkan
stress dan rangsangan berlebihan,meningkatkan istirahat
3. Tirah
baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik,
menghemat energi untuk penyembuhan
4. Pasien
mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi atau menunduk kedepan
meja atau bantal
5. Meminimalkan
kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
|
Diagnosa
5 : Nyeri berhubungan denagan inflamasi
parenkim paru
Hasil
yang diharapkan :
a. Menyatakan
nyeri hilang/terkontrol
b. Menunjukkan
rileks, istirahat/tidur dan peningkatan aktivitas dengan tepat
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
1. Tentukan
karakteristik nyeri
2. Pantau
tanda vital
3. Berikan
tindakan nyaman misal pijatan punggung
4. Tawarkan
pembersihan mulut dengan sering
5. Anjurkan
dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk
Kolaborasi
6. Berikan
analgesik dan antitusif sesuai indikasi
|
1. Nyeri
dada biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia, juga dapat timbul
komplikasi pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis
2. Perubahan
frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya
bila alasan lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat
3. Tindakan
non-analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan
ketidaknyamanan dan memperbesar afek terapi analgesik
4. Pernapasan
mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan mengeringkan membran
mukosa,potensial ketidaknyamanan umum
5. Alat
untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan
upaya batuk
6. Obat
ini dapat digunakan untuk menekan batuk non-produktif/ paroksismal atau
menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum
|
Diagnosa
6 : Anoreksia yang berhubungan dengan
dengan toksin bakteri, bau dan rasa sputum dan pengobatan aerosol
Hasil
yang diharapkan:
a. Menunjukkan
peningkatan napsu makan
b. Mempertahankan/meningkatkan
berat badan
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
1. Identifikasi
faktor yang menimbulkan mual / muntah
2. Berikan
wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin
3. Jadwalkan
pengobatan pernapasan sedikitnya 1 jam sebelum makan
4. Auskultasi
bunyi usus
5. Berikan
makan porsi kecil dan sering.
6. Evaluasi
status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.
|
1. Pilihan
intervensi tergantung pada penyebab masalah
2. Menghilangkan
tanda bahaya,rasa, bau dari lingkungan pasien dan dapat menurunkan mual
3. Menurunkan
efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini.
4. Bunyi
usus mungkin menurun/tak ada bila proses infeksi berat/memanjang
5. Tindakan
ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk
kembali
6. Adanya
kondisi kronis (seperti PPOM atau alkoholisme) atau keterbatasan keuangan
dapat menimbulkan malnutrisi,rendahnya tahanan terhadap infeksi,dan atau
lambatnya respons terhadap terapi.
|
Diagnosa
7 : Resiko tinggi terhadap kekurangan
volume cairan
Hasil
yang diharapkan :
a. Menunjukkan
keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual yang tepat
Misal: membran mukosa
lembab,turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
1. Kaji
perubahan tanda vital.
Contoh:
peningkatan suhu/demam memanjang,takikardia,hipotensi ortostatik.
2. Kaji
turgor kulit, kelembaban membran mukosa(bibir,lidah)
3. Catat
laporan mual/muntah
4. Pantau
masukan dan haluaran,catat warna,karakter urin.
5. Tekankan
cairan sedikitnya 2500ml/hari atau sesuai kondisi individual.
Kolaborasi
6. Beri
obat sesuai indikasi
7. Berikan
cairan tambahan IV sesuai keperluan
|
1. Peningkatan
suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik dan kehilangan cairan
melalui evaporasi
2. Indikator
langsung keadekuatan volume cairan meskipun membran mukosa mulut mungkin
kering karena napas mulut dan oksigen
tambahan
3. Adanya
gejala ini menurunkan masukan oral
4. Memberikan
informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian
5. Pemenuhan
kebutuhan dasar cairan, menurunkan resiko dehidrasi
6. Berguna
menurunkan kehilangan cairan
7. Pada
adanya penurunan masukan/ banyak kehilangan, penggunaan parenteral dapat
memperbaiki/ mencegah kekurangan.
|
Diagnosa
8 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan
kesalahan interpretasi
Hasil
yang diharapkan :
a. Menyatakan
pemahaman kondisi, proses penyakit dan pengobatan
b. Melakukan
perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
Mandiri
1. Kaji
fungsi normal paru,patologi kondisi
2. Diskusikan
aspek ketidak mampuan dari penyakit, lamanya penyembuhan dan harapan kesembuhan,
3. Berikan
informasi dalam bentuk tertulis dan verbal
4. Tekankan
pentingnya melanjutkan batuk efektif / latihan pernapasan
5. Tekankan
perlunya melanjutkan terapi antibiotik selama periode yang dianjurkan
6. Buat
langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan
7. Tekankan
pentingnyamelanjutkan evaluasi medik dan vaksin/ imunisasi dengan tepat
8. Identifikasi
tanda/gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.
Misal
kehilangan berat badan
|
1. Meningkatkan
pemahaman situasi yang ada dan penting menghubungkannya dengan program
pengobatan
2. Informasi
dapat meningkatkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah
berlebihan
3. Kelemahan
dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mengasimilasi informasi/mengikut
program medik
4. Selama
awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari
pneumonia
5. Penghentian
dini antibiotik dapat mengakibatkan iritasi mukosa bronkus dan menghambat
makrofag alveolar, mempengaruhi pertahanan alami tubuh melawan infeksi
6. Meningkatkan
pertahanan alamiah/ imunitas,membatasi terpajan pada patogen
7. Dapat
mencegah kambuhnya pneumonia dan komplikasi yang berhubungan
8. Upaya
evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah/ meminimalkan komplikasi.
|
DAFTAR PUSTAKA
Brashers,
V.L. (2003). Aplikasi Klinis
Patofisiologi, Pemeriksaan & Manajemen. Jakarta : EGC.
Brunner
& Suddarth . (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 1.
Jakarta : EGC.
Corwin,
E.J. (2001). Buku Saku Patofisiologi.
Jakarta : EGC
Doenges,
M.E., Moorhouse, M.F. & Geissler, A.C. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta : EGC.
Misnadiarly.
(2008). Penyakit Infeksi Saluran Napas
Pneumonia pada Anak, Orang
Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta : Pustaka Obor Populer.
Mubin,
A.H. (2006). Panduan Praktis Ilmu
Penyalit Dalam : Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC.
Muttaqin,A.
(2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta : Salemba Medika.
Rab,T.
(1996). Ilmu Penyakit Paru. Jakarta :
Hipokrates.
Ramaiah,
S. (2006). Asma, Mengetahui Penyebab,
Gejala, dan Cara Penanganan. Jakarta
: Gramedia.
Reeves,
C.J. (2001). Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : Salemba Medika.
Tambayong,
J. (2000). Patofisiologi untuk
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Qauliyah,A.
(2010). Diagnosis dan Penatalaksanaan
Penyakit Pneumonia. Diakses
6 November 2010 dari http://astaqauliyah.com/2010/07/referat-kedokteran-diagnosis-dan-penatalaksanaan-penyakit-pneumonia/